Rasulullah bersabda, “Waktu itu tamu-mu, tamumu itu kadang bisa
datang bisa pergi, dan ia bisa memujimu atau mengancam-mu, begitupun juga malam”.
Melihat hadis tersebut, bisa kita simpulkan bahwa Rasulullah menginginkan
umatnya untuk menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Sebab seseorang
yang menggunakan waktu dengan cermat dan tepat maka ia akan memiliki keberkahan
dalam waktu. Keberkahan waktu tersebut didenonatisikan dengan memiliki waktu
yang seakan panjang dari biasanya.
Pernah Sayyidina
Hasan bin Abi Thalib ditanya, “Mengapa tidurmu sedikit sekali ya Sayyidana?" Beliau menjawab “Jika syaitan tidur maka aku akan istirahat dengan nyenyak.”
Pernyataan Sayyidina Hasan tersebut bisa diambil satu perspektif bahwa ia
memiliki waktu yang produktif. Karena waktu yang produktif akan menjauhkan dari
sifat panjang angan.
Namun waktu yang
produktif juga bisa dimaknai yaitu bisa membagi waktu antara kepentingan dunia
dan kepentingan akhirat. Alangkah ruginya, jika manusia hanya menggunakan
waktunya untuk kepentingan dunia dan menyedikitkan waktu bersama Allah. Efeknya
dari sedikitnya waktu dengan sang khalik akan berdampak sedikitnya waktu untuk
mengingat kematian. Sebab hidup itu adalah sebuah haq dan kematian itu adalah
haq.
Memang waktu dunia
dan akhirat itu berbeda. Satu hari di akhirat sama dengan waktu seribu tahun di dunia. Namun, manusia bisa meminjam waktu akhirat untuk aktivitas di dunia.
Hal tersebut, kita bisa merasakan ketika keberadaan kita duduk di majelis
dzikir atau majelis ilmu. Bisa kita mengecheck jam dinding atau jam tangan
kita, ketika kita mengikuti majelis-majelis yang disitu disebutkan nama Allah
dan ilmu-Nya, maka jarum jam seakan lama bergerak. Sedangkan ketika kita berada
di tempat-tempat hiburan maka detak jam berputar diluar nalar.
Di sisi lain ada
orang yang hanya menggunakan waktunya 24 jam di masjid, ini juga tidak
dibenarkan. Sebab kita masih hidup di dunia, ada kewajiban untuk mencari
nafkah. Sebagaimana kehidupan Habib Ali bin Aburrahman Al-Habsyi sebagai tokoh
yang disegani masyarakat betawi di tahun 1940-an, selain berdakwah beliau juga berdagang kain sarung di tanah abang (Sumber Anto Jibril). Situasi tersebut sama dengan sebagian para nabi
yang mencari nafkah sebagai pedagang.
Di zaman revolusi industry
4.0, manusia tersita waktunya dalam menggunakan gadget. Bangun tidur buka
gadget, ketika senggang buka gawai, dan sampai mau tidurpun masih membuka media
sosial. Hal tersebut akan menggantungkan hidupnya dengan peranti canggih
tersebut. Bukan berarti seorang muslim menolak alat komunikasi tersebut. Sebagaimana
pesan Habib Umar bin Hafidz, “Gunakan sosial media untuk hal-hal yang
bermanfaat, Jadikan televisi, handphone, internet, dan alat-alat lain nya
sebagai pelayan dan pembantu untuk agama mu.” (https://twitter.com/husninidhom/status/1233746903281500160?lang=id)
0 Komentar