Waktu Yang Produktif oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)

 

Rasulullah bersabda, “Waktu itu tamu-mu, tamumu itu kadang bisa datang bisa pergi, dan ia bisa memujimu atau mengancam-mu, begitupun juga malam”. Melihat hadis tersebut, bisa kita simpulkan bahwa Rasulullah menginginkan umatnya untuk menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Sebab seseorang yang menggunakan waktu dengan cermat dan tepat maka ia akan memiliki keberkahan dalam waktu. Keberkahan waktu tersebut didenonatisikan dengan memiliki waktu yang seakan panjang dari biasanya.

            Pernah Sayyidina Hasan bin Abi Thalib ditanya, “Mengapa tidurmu sedikit sekali ya Sayyidana?" Beliau menjawab “Jika syaitan tidur maka aku akan istirahat dengan nyenyak.” Pernyataan Sayyidina Hasan tersebut bisa diambil satu perspektif bahwa ia memiliki waktu yang produktif. Karena waktu yang produktif akan menjauhkan dari sifat panjang angan.

            Namun waktu yang produktif juga bisa dimaknai yaitu bisa membagi waktu antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat. Alangkah ruginya, jika manusia hanya menggunakan waktunya untuk kepentingan dunia dan menyedikitkan waktu bersama Allah. Efeknya dari sedikitnya waktu dengan sang khalik akan berdampak sedikitnya waktu untuk mengingat kematian. Sebab hidup itu adalah sebuah haq dan kematian itu adalah haq.

            Memang waktu dunia dan akhirat itu berbeda. Satu hari di akhirat sama dengan waktu seribu tahun di dunia. Namun, manusia bisa meminjam waktu akhirat untuk aktivitas di dunia. Hal tersebut, kita bisa merasakan ketika keberadaan kita duduk di majelis dzikir atau majelis ilmu. Bisa kita mengecheck jam dinding atau jam tangan kita, ketika kita mengikuti majelis-majelis yang disitu disebutkan nama Allah dan ilmu-Nya, maka jarum jam seakan lama bergerak. Sedangkan ketika kita berada di tempat-tempat hiburan maka detak jam berputar diluar nalar.

            Di sisi lain ada orang yang hanya menggunakan waktunya 24 jam di masjid, ini juga tidak dibenarkan. Sebab kita masih hidup di dunia, ada kewajiban untuk mencari nafkah. Sebagaimana kehidupan Habib Ali bin Aburrahman Al-Habsyi sebagai tokoh yang disegani masyarakat betawi di tahun 1940-an, selain berdakwah beliau juga berdagang kain sarung di tanah abang (Sumber Anto Jibril). Situasi tersebut sama dengan sebagian para nabi yang mencari nafkah sebagai pedagang.

            Di zaman revolusi industry 4.0, manusia tersita waktunya dalam menggunakan gadget. Bangun tidur buka gadget, ketika senggang buka gawai, dan sampai mau tidurpun masih membuka media sosial. Hal tersebut akan menggantungkan hidupnya dengan peranti canggih tersebut. Bukan berarti seorang muslim menolak alat komunikasi tersebut. Sebagaimana pesan Habib Umar bin Hafidz, Gunakan sosial media untuk hal-hal yang bermanfaat, Jadikan televisi, handphone, internet, dan alat-alat lain nya sebagai pelayan dan pembantu untuk agama mu. (https://twitter.com/husninidhom/status/1233746903281500160?lang=id)

                       

           




Posting Komentar

0 Komentar