Ramadhan menjadi madrasah bagi umat
muslim. Pasalnya, Allah mendidik hamba-Nya secara langsung untuk menahan lapar
dan haus serta meninggalkan maksiat selama sebulan penuh. Ketika hal-hal
tersebut bisa dilakukan secara baik dan kontiyu di bulan yang penuh berkah
tersebut maka keberhasilan akan dicapai selepas Ramadhan nanti berupa konsistensi
beribadah.
Selain aktivitas puasa di siang
hari, ada aktivitas yang biasanya tak kalah pentingnya di bulan Ramadhan yaitu
mendengarkan dan menyimak mauizoh al-hasanah dari para da’i. Tradisi tersebut ada
sebelum dimulainya terawih, setelah shalat terawih, atau setelah shalat subuh
berjamaah di masjid-masjid atau mushala-mushala. Kegiatan tersebut dapat
meningkatkan kualitas keimanan di bulan tersebut. Sebagaimana mewujudkan doa
kamilin yang ada setelah terawih “Allahumaja’lna bil Imanil kamilin” (Ya
Allah jadikan iman kami sempurna di bulan Ramadhan).
Perlu diketahui bagi para da’i yang
akan memberikan nasehat agama di bulan Ramadhan harus dengan konteks meningkatkan
taqwa. Dr. Musthafa Dieb al-Bugha mengatakan bahwa mauizoh al-hasanah tentang taqwa maka akan
akan menghasilkan kebahagiaan baik di dunia dan akhirat (Dr. Musthafa Dib
al-Bugha:2012:210). Sebab jika manusia mampu mengkontekstualisasikan taqwa di
bulan Ramadhan maka ia akan berlomba-lomba dalam beribadah dan beramal shalih.
Dr. Muhyiddin Mistu berkata, “Mauizoh al-hasanah itu nasehat dan
pengingat tentang hukum-hukum yang telah Allah tetapkan. Sehingga mauizoh itu membawa
pengaruh bagi orang yang mendengarkannya, masuk kepada relung-relung hati orang
yang menyimaknya, dan membawa dampak positif bagi jiwa-jiwa orang yang memperhatikannya.” (Dr. Muhyiddin Mistu:2012:210).
Melalui perkataan Dr. Muhyiddin di
atas bisa diambil satu perspektif bahwa mauizoh al-hasanah yang efektif yaitu
mengingatkan tentang pentingnya melaksanakan perintah Allah dan menjauhkan
larangan-Nya. Maka bisa dikatakan mauizoh al-hasanah sebagai majelis-majelis
ilmu di bulan Ramadhan.
Di samping itu, seorang da’i di bulan Ramadhan hendaknya juga
mengingatkan pula kepada para jamaah betapa pentingnya untuk membayarkan zakat
sebagai pembersih harta, baik zakat fitrah dan zakat harta. Sebagaimana QS At-Taubah
ayat 103
خُذْ مِنْ
اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka (guna)
menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya
doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Allah
memposisikan zakat sejajar dengan shalat. Sebab keduanya merupakan rukun Islam,
yang mana seorang muslim harus menunaikan kedua ibadah tersebut. Sebagaimana hal
tersebut termaktub dalam QS al-Baqarah ayat 43:
وَاَقِيْمُوا
الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ
“Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.”
Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq pun pernah memerintahkan untuk menangkap orang-orang yang enggan membayarkan zakat. Sayyidina Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku benar-benar akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dengan zakat, karena zakat merupakan hak harta. Demi Allah, andaikan mereka tidak mau menyerahkan seutas tali kepadaku, yang dulu mereka serahkan kepada Rasulullah SAW, niscaya aku akan memerangi mereka,”.
0 Komentar