Adab Bersahabat dengan Orang Kaya disusun Oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si, CETP (Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


              Secara naluriah, ketika kita melihat orang yang mempunyai kedudukan dalam harta dan jabatan maka ada keinginan kita untuk menjadi seperti dia. Paling tidak ingin berteman dengan dia, untuk mengambil yang bermanfaat untuk diinternalisasikan ke dalam kehidupan kita. Entah cara berbisnisnya, cara berkomunikasinya, atau cara berinteraksi dengan kalangan atas. Sehingga kita menjadi tahu seberapa jauh tindak tutur seorang yang diamanahkan Allah dalam harta dalam keseharian.

            Namun di sisi lain ketika kita bershabat dengan orang kaya harus mempunyai adab. Imam Qusyairi pernah ditanya oleh muridnya, “Ya Syekh, bagaimana cara bersahabat yang baik dengan orang-orang kaya?” Imam Qusyairi menjawab, “Kamu bisa memposisikan dirimu ketika berhadapan dengan mereka, tinggalkan ketamakan yang ada pada diri mereka, jangan terlalu berharap dengan mereka, dan keluarkan bayang diri mereka dalam hati kamu.”

            Melalui pernyataan Imam Qusyairi maka bisa diambil satu pandangan bahwa ketika kita bersahabat dengan orang kaya maka dilarang untuk untuk menghamba kepadanya, serta bisa menjauhi sisi kerakusan atas jabatan, harta, dan kedudukan pada dirinya, dan jika ada kata-kata dan tindankan yang kurang pantas tertuju pada diri kita maka maklumi saja. Pandangan-pandangan tersebut membuat diri kita sadar bahwa ada istilah “Di atas langit ada langit”. Di atas orang kaya ada yang paling dan terkaya yaitu Sang Maha Kaya.

            Imam Qusyairi berkata, “Seorang yang kaya ia harus peduli kepada seorang fakir dengan mengeluarkan hartanya dengan sikap santun. Sebaliknya adab seorang fakir dengan orang kaya yaitu mengeluarkan diri si kaya dari hatinya. Maka pada harta si kaya itu bisa diberikan untuk mengisi kekosongan dari apa yang tidak dimiliki si fakir. Sedangkan hati si fakir diperbaiki dengan cara menjahui penghambaan dari dirinya serta jangan menjadikan kebaikan si kaya sebagai sandaran.”

            Pernyataan di atas bisa dimaknai bahwa si kaya itu wajib memberi perhatian kepada si fakir. Sebab derajatnya sudah mencapai muzzaki yaitu orang sudah berkewajiban mengeluarkan zakat atau sedekah. Karena harta yang telah didapat oleh si kaya itu masih dalam posisi bruto (kotor). Maka untuk mennettokan hartanya dengan mengeluarkan hartanya dalam bentuk zakat, infaq, dan sedekah.

            Imam Qusyairi berujar lagi, “Tidak sepantasnya seseorang itu yakin bahwa kepemilikan harta seorang yang kaya diutamakan untuk mengentaskan kemiskinan. Sungguh kondisi seperti itu akan membuatnya takabur. Bahkan di sisi lain wajib bagi seseorang itu yakin setiap individu itu bisa lebih baik dari dirinya.”

 

 

 

           

           




Posting Komentar

0 Komentar