Piagam Madinah adalah Konstitusi yang Humanis oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si


Piagam Madinah yang juga dikenal dengan istilah Perjanjian Madinah, Dustur Madinah, dan Shahifah Al-Madinah, merupakan kesepakatan damai sekaligus draft perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor kehidupan Madinah, mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian.[1]
            Piagam tersebut merupakan konstitusi dengan nilai-nilai humanisme yang ditegakkan oleh Rasulullah. Tujuannya yaitu menciptakan ketentraman, kerukunan, dan kedamaian pada masyarakat plural di madinah. Pada saat itu Madinah berasal dari tiga kelompok yang berbeda yakni muslim dari kaum Muhajirin dan Anshor sebagai kaum mayoritas, non muslim dari suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam sebagai kaum minoritas, dan kelompok Yahudi.[2]
            Konstitusi tersebut merupakan konstitusi yang pertama di dunia, terdiri dari 47 pasal. Antara lain: mengatur persaudaraan sesama umat manusia, pertahanan bersama, persaudaraan umat manusia, pertahanan bersama, perlindungan terhadap minoritas, pembentukan suatu umat atau bangsa, dan aturan-aturan lain yang lebih lengkap. Sebagai contoh dapat dikemukakan Pasal 1 tentang pembentukan umat atau bangsa: “Sesungguhnya mereka (seluruh penduduk Madinah) adalah satu bangsa atau umat yang bebas dari pengaruh bangsa dan umat manusia lainnya.”
          Dalam pasal-pasal yang menyangkut hak asasi disebutkan: “Bahwa hak dan kewajiban yang sama antara kaum Muhajir dan Anshor, dan suku-suku lainnya seperti suku Aus, bani Saidah, bani al-Harits, bani Najjar, dan sebagainya.” Pasal tentang persatuan disebutkan “Segenap orang-orang beriman dan bertakwa harus menindak orang yang berbuat kezaliman, melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan di kalangan masyarakat, dan sebagainya.”Mengenai pertahanan bersama disebutkan “Bahwa antara penduduk Madinah harus saling membantu melawan musuh yang akan menyerang kota madinah. Tetapi apabila telah diajak berdamai, maka sambutlah ajakan perdamaian itu.” Bahwa orang-orang Yahudi dari suku Aus, baik diri mereka maupun para pengikutnya memiliki kewajiban yang sama seperti penduduk Madinah yang lain. Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal di negara Madinah ini keselamatannya tetap terjamin kecuali mereka yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.[3] 
            Isinya berimbang antara hak dan kewajiban  kaum Muslim dan Yahudi. Berikut ini beberapa butir isi daripada Piagam Madinah antara lain:[4]
a.       Kaum Muslim dari pihak Quraisy dan Yatsrib (Madinah), juga orang-orang yang mengikuti dan berjuang bersama mereka adalah satu umat.
b.      Semua Muslim dari suku apa pun, harus membayar siyat orang yang melakukan pembunuhan di antara mereka, dan menebus tawanan mereka dengan cara yang baik dan adil.
c.       Kaum mukmin tidak boleh menelantarkan orang-orang yang menanggung beban utang mereka, tetapi harus membantunya dengan membayarkan utang atau diyatnya.
d.      Kaum mukmin yang bertakwa harus menindak tegas orang yang melampaui batas di antara mereka, atau yang berbuat kezaliman, kejahatan, permusuhan, atau pengrusakan meskipun dia adalah anak salah seorang dari mereka.
e.       Seorang mukmin tidak boleh membunuh mukmin lain demi membela seorag kafir, tidak boleh juga membantu orang kafir untuk memusihi mukmin lain.
f.        Orang Yahudi dan Kaum Muslim harus memikul biaya bersama-sama selama semuanya berperang (mempertahankan Madinah)
g.       Orang Yahudi Bani Auf satu umat dengan kaum mukmin. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim agama mereka, kecuali orang yang berbuat aniaya atau dosa maka dia tidak membinasakan kecuali orang yang berbuat aniaya atau dosa maka dia tidak membinasakan kecuali dirinya dan keluarganya.
h.       Orang Yahudi wajib mengeluarkan biaya perang mereka sendiri, begitupun juga orang muslim. Mereka semua harus saling bahu membahu menghadapi orang yang memerangi pendukung piagam ini
i.         Jika di antara pendukung piagam ini terjadi pertikaian atau sesuatu yang dikhawatirkan dapat membawa kerusakan, penyelesaiannya harus dikembalikan kepada Allah dan kepada Muhammad utusan-Nya.
j.        Siapa saja yang memilih pergi dari Madinah maka keamanannya terjamin, begitu juga yang memilih tetap tinggal, kecuali yang berbuat zalim atau dosa.
            Beberapa butir Piagam Madinah di atas mengisyaratkan bahwa outputnya ialah tiga ukhuwah yaitu ukhuwah insaniyah, ukhuwah islamiyah, dan ukhuwah wathoniyah. Jika suatu negara bisa menerapkan ketiga ukhuwah tersebut maka negara tersebut akan menjadi baldatun tayyibatun wa rabbun     gafur.



[1]Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu - Isu Aktual, Jakarta: Serambi, 2014, hal. 110.
[2] Said Aqil Husin Al-Munawar, Islam humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan, Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2001, hal. 22).
[3] Muhammad Husein Haikal, Sejarah Hidup Nabi Muhammad, (Jakarta:Tirtamas:1984) h. 224-226
[4] Syekh Ramadhan Al-Buthi, Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah Ma’a Mujaz Li al-Tharikh al-Khilafah al-Rasyidah, Lebanon: 2007, h. 200




Posting Komentar

0 Komentar