Ramadhan di Mata Sufi oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


Ramadhan merupakan bulan yang ditunggu oleh umat muslim. Mereka umumnya mempersiapkan diri untuk memasuki bulan yang agung tersebut. Persiapan tersebut antara lain meminta maaf baik melalui tatap muka maupun melalui pesan elektronik. Sehingga, orang-orang yang saling memaafkan akan merasakan nikmatnya beribadah di bulan penyucian diri tersebut.
              Adapun para sufi memaknai Ramadhan baik secara zhahir maupun mata bathinnya. Syekh Khalil al-Farahidi berkata, “Ramadhan terambil dari al-Ramdu (terik matahari), yang artinya hujan yang hilang jejaknya. Beliau menambahkan bahwa bulan Ramadhan juga disebut bulan yang menyucikan jiwa manusia dari dosa-dosa dan membersihkan hatinya”.
              Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar memberikan definisi Ramadhan adalah musim bahagia. Apabila pada bulan Ramadhan itu selamat maka selamatlah pada tahun tersebut. Definisi tersebut menunjukkan bahwa umat muslim harus berbahagia pada bulan yang berkah tersebut. Kebahagiaan bulan tersebut diungkapkan Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki bahwa Allah menjadikan dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa. Jika ia berbuka maka senang, dan jika ia bertemu (beribadah kepada) Allah ia senang. Kesenangan pada saat berbuka yaitu ekspresi sepenuh hati (bagi orang yang berpuasa) untuk mengungkapkan syukur yang sempurna kepada-Nya, karena Ia yang telah menentukan kesempurnaan puasa pada hari itu,  serta menempatkan kesehatan dan kekuatan kepadanya sebagai media bagi kesempurnaan tersebut. Selain itu Allah memberikan pahala ibadah yang sempurna pada hari puasa tanpa menguranginya. Sehingga orang yang berpuasa itu dalam keadaan kesenangan dalam beribadah, sebab tanda syukur kepada-Nya melalui ibadah dan zikir.  Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad, “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa itu ada dua kesenangan, apabila ia berbuka maka ia senang, dan apabila ia bertemu Allah (ibadah) maka ia senang”
              Rasulullah bersabda, “Ramadhan adalah bulan sabar, dan pahalanya adalah syurga”. Hadis tersebut menunjukkan bahwa Ramadhan memiliki arti penting bagi manusia yang menginginkan syurganya. Tentu untuk meraih tempat tersebut harus bermujahadah pada hari-hari pada bulan yang penuh keberkahan tersebut. Sebab Hadis menyebutkan bahwa, “Fase awal Ramadhan adalah rahmah, pertengahannya terdapat ampunan Allah, dan fase akhirnya yaitu dibebaskan dari api neraka.”
              Imam Abdullah al-Haddad memberikan catatan terhadap tiga fase pada bulan Ramadhan tersebut bahwa Allah memandang umat muslim dari malam pertama Ramadhan, barangsiapa yang menikmati pandangan-Nya (melalui ibadah) maka Ia tidak mengazabnya, dan Ia juga akan mengampuni mereka pada akhir malam bulan tersebut.
              Setiap penceramah pasti memaparkan QS:Al-Baqarah:183, ayat itu menunjukkan kewajiban orang-orang mukmin berpuasa. Namun Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar mengatakan esensi dari ayat tersebut bahwa pahala orang yang berpuasa itu diatas hisab (perhitungan biasa) karena Allah memberikan karunia kepada orang tersebut. Tentunya puasa tersebut bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga magrib akan tetapi kualitas terbaik puasa yaitu mempuasakan seluruh anggota tubuh dan beraktivitas yang bermanfaat. Sebagaimana ia mencantumkan  hadis dhaif di dalam kitab al-Nafahat al-Ramadhaniyah, yang boleh digunakan dalam hal fadilah amal, “Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, perbuatannya akan dilipatgandakan (pahalanya), doanya mustajab, dan dosanya diampuni Allah”.
              Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar berkata, “Wahai umat Muslim, Ramadhan adalah tamu kalian yang mulia, dia kembali kepadamu maka ucapkan alhamdulillah, serta penuh hangat memberikan salam untuknya. Lalu muliakanlah ia dengan puasa dan mendirikan ibadah lainnya, beri’tikaf  di rumah-rumah Allah serta membaca al-Quran. Janganlah kalian mengalihkan perhatian kalian dari mendirikan waktu-waktu ketaatan (ibadah) pada bulan tersebut hanya untuk kepentingan harta-harta dan anak-anak kalian.”
               
             



Posting Komentar

0 Komentar