Profesionalitas Nabi-Nabi dalam Pekerjaan oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


Orientasi kerja terkadang adalah mendapatkan uang. Paradigma tersebut akan berdampak pada money oriented dan cinta kepada dunia yang berlebihan. Sehingga hal tersebut akan menafikan profesionalitas yang dimiliki seseorang. Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin yang menjaga profesionalitasnya.” Hadis tersebut memberi isyarat bahwa menjaga profesionalitas akan berimplikasi pada keimanan seseorang.

Tentu dalam menjaga profesionalitas seseorang yang beriman berbeda dengan orang awam. Profesionalitas seseorang mukmin yaitu bisa menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah dalam pekerjaannya. Misalnya, korupsi di dalam pekerjaan merupakan tindakan yang tidak profesional. Karena perbuatan tersebut akan merugikan orang lain, institusi, bahkan merugikan diri sendiri.

Nabi Muhammad bersabda, “Allah Swt memperkenalkan kepada Nabi Adam A.S seribu profesi dari profesi yang ada di bumi. Lalu Allah berkata kepadanya (Adam AS): “Katakanlah kepada anakmu dan keturunanmu, “Jika kalian tidak bersabar …… maka hendaklah kalian mencari dunia dengan salah satu profesi ini, dan janganlah kalian mencarinya melalui agama, karena sesungguhnya agama milikku itu satu yang murni. Celakalah bagi siapa yang mencari dunia dengan agama, dan celakalah padanya.”

Hadis itu tersurat bahwa seseorang mencari pekerjaan melalui menjual ayat-ayat Al-Quran atau hadis nabi Muhammad Saw merupakan jalan yang salah. Karena di dalam berdakwah harus Lillahi ta’ala. Karena tugas para da’i yaitu menyampaikan kebenaran dan meluruskan perspektif yang salah di dalam lingkungan sosial. Sehingga secara tersirat bahwa da’i bukanlah profesi untuk mencari keuntungan akan tetapi ia adalah penuntun umat ke arah yang lebih baik.

Sesungguhnya setiap seseorang dari nabi-nabi yang Allah utus ke muka bumi memiliki profesi untuk menghidupi keluarganya. Nabi Adam AS adalah seorang yang berladang dan bertenun, Siti Hawa yaitu adalah seorang pemintal benang, Nabi Idris yaitu seorang penjahit dan arsitek, Nabi Nuh dan Nabi Zakariya yaitu seorang tukang kayu, nabi Hud dan Nabi Solih yaitu seorang pedagang, Nabi Ibrahim adalah seorang yang berladang, dan tukang kayu, Nabi Ayyub adalah Seorang yang berladang, Nabi Daud adalah seorang pandai besi, Nabi Sulaiman adalah seorang pembuat baju besi, Nabi Musa, Nabi Syuaib, dan Nabi Muhammad dan beserta seluruh Nabi-Nabi ialah penggembala kambing. (HR. Abdullah bin Abbas)

Imam al-Hubaisyi berkata, “Asal mula pekerjaan ada tiga jenis yaitu bercocok tanam, mengenyam (wiraswasta), dan berdagang.” Pekerjaan-pekerjaan yang disebutkan oleh Imam al-Hubaisyi merupakan pekerjaan yang kecil kemungkinan tercampur baik syubhat maupun haram. Pada akhirnya hasil darinya akan memperoleh keberkahan dan kemaslahatan baik bagi diri sendiri maupun orang yang dinafkahinya.

Ada perbedaan di kalangan ulama tentang pekerjaan yang baik. Sebagian ulama mengatakan bahwa mengenyam (wiraswasta) merupakan pekerjaan yang baik. Banyak Ulama mengatakan pekerjaan yang baik adalah berdagang. Adapun ulama yang lain mengatakan bahwa berladang atau bertani itu lebih baik. Masing-masing pendapat tersebut mempunyai dalil sehingga tidak saling menyalahkan. (Dari Kitab al-Hawi al-Kabir halaman 179)

Namun Imam al-Mawardi mengungkapkan bahwa berladang itu lebih baik, karena bahwasannya berladang akan menghasilkan tawakal yang lebih dekat, dan Allah cinta kepada orang-orang yang bertawakal. Pernyataan tersebut memberi satu isyarat bahwa pekerjaan berladang, pekerjaan yang membutuhkan sabar, ikhlas, dan syukur. Sabar ketika menanamkan benih-benih di dalam tanah yang lapang. Ikhlas, ketika hasilnya belum memuaskan. Bersyukur, ketika hasil panen itu tiba.

Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang hamba memakan makanan lebih baik melainkan ia makan dari jerih payah tangannya sendiri. Sungguh Nabi Daud AS memakan makanan dari hasil pekerjaan tangannya sendiri.”

Pernyataan Nabi Muhammad di atas mengindikasikan bahwa dalam memilih atau melakukan pekerjaan harus penuh kehati-hatian atau wara’. Sebab hal tersebut akan menjadikan diri seseorang jujur dan penuh loyalitas pada pekerjaannya. Dengan demikian orang tersebut akan dipercaya oleh orang lain terhadap apa-apa yang telah dihasilkannya.

 

 

 




Posting Komentar

0 Komentar