Manusia adalah mahluk sosial. Dimana satu sama lain saling membutuhkan, saling membantu, dan saling memberikan support untuk menciptakan keadaan yang kondusif. Tentu dalam menciptakan keadaan rukun dan damai diantara manusia memerlukan alat, salah satunya dengan bersalaman. Bahkan tidak jarang terlihat sehabis shalat diantara muslim bersalaman satu sama lain. Hal tersebut tentu untuk menjalin persaudaraan sesame muslim atau ukhuwah islamiyah. Akan tetapi terkadang ada kelompok tertentu yang mengatakan bersalaman bukanlah tradisi dalam Islam.
Bersalaman dalam
bahasa Arab yaitu sofaha, yang dalam secara bahasa berarti pertemuan telapak
tangan sesama muslim untuk mempererat silaturahmi (Yusuf Muhammad al-Baqa’i:
2006:371). Melalui arti salaman secara
bahasa bisa diambil satu perspektif bahwa salaman merupakan tradisi yang
melekat di dalam Islam. Sebagaimana Abu Qatadah bertanya kepada Sayyidina Anas
bin Malik RA: “Apakah bersalaman merupakn tradisi pada sahabat-sahabat Nabi
Muhammad?” Maka Anas bin Malik RA menjawab, “Ya”. (Imam Nawawi:1980:227)
Jawaban Anas bin Malik RA memunculkan pandangan bahwa para sahabat
saja melakukan bersalaman atau berjabat tangan satu sama lain, tentu hal
tersebut diketahui oleh Rasulullah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan di
dalam Sunan Ibn Daud, Imam Turmudzi, Imam Ibn Majah dari Sayyidina Bara’ bahwa
Rasulullah bersabda, “Tidaklah dari dua orang muslim betemu lalu berjabat
tangan kecuali dosa mereka berdua diampuni sebelum mereka berpisah.”
Hadis Rasulullah di atas menunjukan bahwa
berjabat tangan merupakan satu aktivitas diridhoi Allah Swt. Terbukti pada
redaksi hadis tersebut Allah akan mengampuni dua hamba-Nya yang saling berjabat
tangan. Adapun Imam Malik di dalam buku Muwathanya memuat satu hadis Nabi
Muhammad yang diriwayatkan oleh Atha’ bin Abdullah al-Kharasani bahwa ia berkata
Rasulullah Saw pernah bersabda kepada ku, “Saling berjabat tanganlah niscaya
kebencian di hati akan hilang, kemudian saling memberi hadiahlah diantara
kalian niscaya akan saling mencintai dan rasa permusuhanpun akan sirna.” (Imam
Nawawi:1980:227)
Hadis di atas memiliki hikmah dan kandungan
bahwa berjabat tangan merupakan symbol dari saling meminta maaf dan perdamaian.
Maka tak heran jika ada dua orang yang bermusuhan maka pertemukanlah keduanya
lalu berjabat tangan sebagai perwujudan terselesaikan konflik masalah di antara
keduanya.
Namun bolehkah ketika sehabis shalat saling berjabat tangan. Imam Nawawi mengatakan bahwa berjabat tangan itu dianjurkan dalam setiap pertemuan. Adapun apa-apa yang dilakukan (berjabat tangan) oleh orang-orang selepas dua shalat yaitu subuh dan ashar itu tidak ada sumber dalam syara’, akan tetapi dihukumkan boleh. Sebab asal hukumnya adalah sunnah (Imam Nawawi:1980:227). Namun eloknya, berjabat tangan setelah shalat dilakukan seusai membaca zikir-zikir selepas shalat. Karena zikir-zikir selepas shalat itu penting dan bermanfaat bagi orang-orang muslim.
Imam Abu Muhammad bin Adussalam dalam
kitabnya al-Qawaid bahwa bid’ah itu ada lima mcam yaitu bid’ah wajibah, bid’ah
muharamah, bid’ah makruhah, bid’ah mustahabah dan bid’ah mubahah. Diantara bid’ah
mubahah antara lain yaitu bersalaman setelah shalat subuh dan ashar, wawlahu
a’lam.
Namun adakah zikiran-zikiran khusus ketika
kita berjabat tangan. Sebab tradisi di Indonesia yaitu membaca shalawat atas
Nabi Muhammad ketika berjabat tangan seusai shalat. Ada Hadis Nabi Muhammad
yang menyebutkan, “Apabila dua orang muslim bertemu lalu mereka berdua
berjabat tangan kemudian mereka mengucapkan Alhamdulillah dan bersitigfar maka
Allah akan mengampunkan dosa mereka berdua.”
Hadis lain riwayat Sayyidina Anas bin Malik
menyebutkan bahwa Rasulullah telah bersabda, “Tidaklah dari kedua orang
hamba Allah yang saling mencintai karena Allah, mereka berdua bertemu temannya
lalu mereka berdua menyalaminya, kemudian ia bershalawat atas nabi Muhammad
kecuali mereka berdua tidak berpisah sampai Allah mengampuni dosa mereka baik dosa
yang
telah lalu dan dosa yang akan datang.”
0 Komentar