Ada adagium sufi yang menyatakan begini: Lastu ara assa'adata jam'a maal, walakin attaqiya lahiya  assa'idu (Aku tak melihat kebahagiaan itu dalam tumpukan harta yang melimpah, akan tetapi taqwa itulah kebahagiaan sejati).

Kehidupan sebagai seorang sufi sebenarnya memerlukan bakat dan persiapan-persiapan yang lengkap dan sempurna. Adapun misalnya tentang entitas zuhud, wara', riyadhah dan ajaran tasawuf lainnya, maka semua itu adalah prasarana yang dibutuhkan untuk sampai ke taraf ihsan  sebagai tahap ibadah  tertinggi yang hal ini sesuai tuntunan kitab suci al-Qur'an:

"Wahai orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan carilah jalan/wasilah...... (Q.S. al-Maidah 35).

Adapun makna ihsan dalam dunia tasawuf difahami sebagai bentuk suatu usaha dan ikhtiar untuk mempertinggi kualitas iman, menegakkan sandaran batin dan jiwa. Sehingga siapa yang menekuninya pasti berusaha dengan sepenuh hati memahami ibadah sebagai upaya untuk menghadirkan Allah Rabbul 'Alamin dalam kehidupannya. Ia yakin bahwa Allah senantiasa mengawasinya.

Jika sudah sedemikian teguh kesadaran batin ini, maka tidak ada pilihan lain bagi para sufi kecuali selalu mengharap ridho Allah Azza wa Jalla saja dalam kehidupannya.

Tasawuf dalam garis besarnya terbagi dalam dua bagian: Pertama yang menyangkut pendidikan mental dan jiwa untuk mencapai keluhuran serta kesempurnaan budi pekerti. Kedua berkaitan dengan rohani, ibadah yang mampu memupuk rasa cinta kepada Allah hingga dapat meraih Ilham dan kasyf batini.

Sumber tasawuf itu sendiri adalah Rasulullah SAW. Sejarah kehidupan beliau, sebelum maupun sesudah kenabiannya adalah merupakan mata air keteladanan spiritual yang luar biasa. Tradisi ini dilanjutkan para sahabat dan tabi'in. Sehingga dari sinilah tasawuf itu berkembang pesat sebagai bentuk ajaran spiritualitas dan akhlak yang memberikan kesejukan rohaniah kepada umat.

Segera miliki buku Percikan Cahaya Bumi Menuju Kebahagiaan Sejati dengan harga promo Rp. 55.000 (belum ongkos kirim) sebelum kehabisan. Hubungi Awi (WA) 08128441058.