Peredaman Gejala Alineasi Melalui Kesadaraan Diri Sebagai Makhluk Tuhan oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si, CETP (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


            Alineasi adalah gejala sosial yang terperangkap pada keterasingan yang dialami oleh kelompok sosial atau individu tertentu. Sehingga para sosiolog menilai jika seseorang sudah terbawa oleh gejala tersebut maka dirinya telah kehilangan makna, manusia kosong atau the hollow man. Lebih lanjut para antropolog memandang bahwa gejala alineasi itu disebabkan oleh percepatan tekhnologi yang begitu terasa, hubungan hangat antar manusia yang telah berubah menjadi gersang, lembaga tradisional yang telah berubah mejadi lembaga rasional, masyarakat yang homogen telah berubah menjadi heterogen, dan stabilitas sosial yang telah berubah menjadi mobilitas sosial. (Ahmad Mubarok:2000:6)

            Sayyed Hossen Nashr menilai bahwa alineasi ini disebabkan oleh peradaban modern yang bermula di barat. Hal itu dibangun dari penolakan (negation) terhadap hakikat ruhaniyah secara gradual dalam kehidupan manusia. Akibatnya, manusia lupa terhadap eksistensi dirinya sebagai abid (hamba) dihadapan Tuhan karena telah terputus dari akar-akar spiritualitas. Hal ini akan berdampak pada diri seseorang yang cenderung tidak mampu menjawab berbagai persoalan hidupnya dan kemudian terperangkap pada kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup. (Hanna Jumhana:1994:16).

            Fenomena alineasi ini juga telah ada di dalam pemerintahan sekarang ini. Terbukti jiwa ke-aku-an-nya terlihat di media elektronik atau di media sosial. Jiwa ke-akuan tersebut diantaranya mendahulukan kepentingan pribadi, korupsi besara-besaran dan mengabaikan kepentingan rakyat. Maka dari itu masalah alineasi ditubuh manusia-manusia modern perlu adanya formulasi untuk meredamnya. Sebab jika dibiarkan maka mereka akan terjebak pada perbuatan arogan, menganggap diri mereka paling benar, dan pada akhirnya menganggap Tuhan itu tidak ada.

            Peredaman terhadap gerakan alineasi ini adalah kesadaran diri sebagai mahluk Tuhan . Kesadaran tersebut tentu diimplementasikan dalam bentuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana hal tersebut telah termaktub di dalam al-quran:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS Adzariyat/51:56)

Penghambaan seseorang kepada Allah tentu diikuti dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhkilarangan-Nya. Bukan hanya itu, bahkan ia harus berhati-hati atas perkataan, perbuatan, tindakan dan keputusannya. Sebab kesemua itu akan  dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Hasyr/59:18)

            Ayat tersebut menunjukkan ada hubungan kausalitas antara perbuatan manusia di dunia dengan konsekuensinya kelak di akhirat. Jika seseorang berbuat baik di dunia maka kelak akan mendapatkan kebaikan pula di akhirat. Sebagaimana hal itu termaktub juga di dalam al-quran:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS al-Zalzalah/99:7-8)

            Maka dari itu gerakan alienasi akan terhenti jika manusia sudah mengenal Tuhan-nya. Ia Yang Maha Esa, Ia yang Maha Kuasa, Ia Yang Maha Adil, dan Ia yang Maha Menentukan Awal dan Akhir. Sebagaimana Imam As-Syibli pernah berkata, “Barangsiapa yang telah mengenal Allah maka ia akan patuh dalam segala kondisi, karena bahwasannya Ia telah memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada hamba-Nya.”

 

 

 





Posting Komentar

0 Komentar