Sayyed Hossen
Nashr menilai bahwa alineasi ini disebabkan oleh peradaban modern yang bermula
di barat. Hal itu dibangun dari penolakan (negation) terhadap hakikat ruhaniyah
secara gradual dalam kehidupan manusia. Akibatnya, manusia lupa terhadap eksistensi
dirinya sebagai abid (hamba) dihadapan Tuhan karena telah terputus dari
akar-akar spiritualitas. Hal ini akan berdampak pada diri seseorang yang
cenderung tidak mampu menjawab berbagai persoalan hidupnya dan kemudian
terperangkap pada kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup. (Hanna
Jumhana:1994:16).
Fenomena
alineasi ini juga telah ada di dalam pemerintahan sekarang ini. Terbukti jiwa ke-aku-an-nya
terlihat di media elektronik atau di media sosial. Jiwa ke-akuan
tersebut diantaranya mendahulukan kepentingan pribadi, korupsi besara-besaran
dan mengabaikan kepentingan rakyat. Maka dari itu masalah alineasi ditubuh manusia-manusia
modern perlu adanya formulasi untuk meredamnya. Sebab jika dibiarkan maka
mereka akan terjebak pada perbuatan arogan, menganggap diri mereka paling
benar, dan pada akhirnya menganggap Tuhan itu tidak ada.
Peredaman
terhadap gerakan alineasi ini adalah kesadaran diri sebagai mahluk Tuhan . Kesadaran tersebut
tentu diimplementasikan dalam bentuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana hal
tersebut telah termaktub di dalam al-quran:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS
Adzariyat/51:56)
Penghambaan seseorang kepada Allah
tentu diikuti dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhkilarangan-Nya. Bukan
hanya itu, bahkan ia harus berhati-hati atas perkataan, perbuatan, tindakan dan
keputusannya. Sebab kesemua itu akan dipertanggungjawabkan
kelak di akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ
ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS
Al-Hasyr/59:18)
Ayat tersebut menunjukkan ada
hubungan kausalitas antara perbuatan manusia di dunia dengan konsekuensinya
kelak di akhirat. Jika seseorang berbuat baik di dunia maka kelak akan mendapatkan
kebaikan pula di akhirat. Sebagaimana hal itu termaktub juga di dalam al-quran:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
(8)
Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula. (QS al-Zalzalah/99:7-8)
Maka dari itu gerakan alienasi akan
terhenti jika manusia sudah mengenal Tuhan-nya. Ia Yang Maha Esa, Ia yang Maha
Kuasa, Ia Yang Maha Adil, dan Ia yang Maha Menentukan
Awal dan Akhir. Sebagaimana Imam As-Syibli pernah berkata, “Barangsiapa yang
telah mengenal Allah maka ia akan patuh dalam segala kondisi, karena
bahwasannya Ia telah memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada hamba-Nya.”
0 Komentar