Ramadhan, Bulan Kebahagiaan bagi Umat Muslim oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)



      Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan dan kebahagiaan bagi umat muslim. Sebab pada bulan tersebut turun rahmat dan ampunan Sang Rahman. Maka dari itu para ulama banyak menulis kemuliaan dan keagungan bulan tersebut. Syekh Abdulqadir al-Jilani berkata, “Ramadhan itu terdiri dari lima huruf ra’ ridwallah ridhanya Allah Swt., mim mahabatullah cintanya Allah, dhad dhimanullah jaminannya Allah, alif ulfatullah kelembutannya Allah, dan nun nurullah cahayanya Allah.” (Abdulqadir al-Jilani:2012:303). Perkataan Syekh Abdulqadir al-Jilani tersebut tersirat makna bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang dilimpahkan berbagai macam kenikmatan, karunia dan pahala  oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Sedangkan Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad mengatakan bahwa bulan Ramadhan itu adalah bulan yang agung derajat dan kedudukannya di sisi Allah dan Rasul-Nya. Bulan Ramadhan juga layak disebut sebagai penguhulunya bulan-bulan. (Abdullah al-Haddad: 2013:145). Maka orang-orang shalihin banyak yang menunggu kedatangannya. Sebagaimana Rasul bersabda, “Jika manusia mengetahui yang ada pada bulan Ramadhan berupa karunia dan keberkahan maka mereka berharap dalam setahun itu bulan Ramadhan.”

Karunia dari Allah kepada seorang muslim di bulan Ramadhan dengan menjalankan ibadah baik ibadah wajib, dan ibadah sunnah. Ibadah wajib meliputi shalat 5 waktu, puasa, dan zakat fitrah. Sedangkan ibadah sunnah meliputi shalat sunnah, membaca al-quran, dan ibadah sahur. Jika ibadah-ibadah tersebut dijalankan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh maka seseorang akan mendapatkan predikat orang yang bertakwa sebagaimana janji Allah dalam firmannya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Albaqarah/2:183)

Namun tiap individu menjalankan puasa tergantung kadar iman dan takwanya. Maka Imam Ghazali berkata, “Ketahuilah oleh kau bahwa puasa ada 3 bentuk, puasa u’mum  (biasa) yaitu puasa yang hanya menahan lapar dan kemaluan dari keperluan syahwat, puasa khusus yaitu puasa yang menahan pendengaran, menahan penglihatan, menahan lisan, menahan perbuatan, dan menahan perjalanan dan menahan seluruh anggota tubuh dari dosa-dosa, puasa khusus lil khusus yaitu mempuasakan hati dari kepentingan-kepentingan dunia, fikiran yang tertuju kepada dunia, dan menahan itu semua karena ingin semua tertuju kepada Allah Swt.”

Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Jika kamu berpuasa maka hendaklah kamu mempuasakan pedengaranmu, penglihatanmu, lisanmu, dan kakimu.” Sabda itu menunjukkan bahwasanya puasa itu  menahan diri dari keburukan yang kita jalani dan yang kita terima. Sehingga Syekh Muzhafar al-Kurmisiniy mengatakan bahwa puasa itu ada tiga bentuk yaitu puasa ruh yatu dengan menyedikitkan angan-angan, puasa akal yaitu dengan melawan hawa nafsu, dan puasa hawa nafsu yaitu dengan menyedikitkan makan dan jima’ (hubungan suami istri).

Namun bukan berarti puasa jadi malas dan enggan beraktivitas. Malahan Nabi Muhammad kala itu menghadapi Perang Badar dalam keadaan puasa dengan keadaan yang memprihatinkan. Dimana pasukan umat muslim hanya 313 orang sedangkan pasukan kafir Quraish dengan jumlah ribuan. Akan tetapi kemenangan Allah  anugrahkan kepada mereka melalui sebab kesungguhan dalam menjalankan puasa dan kegigihan untuk mempertahankan eksistensi Islam. Sehingga dulu Syekh Ibrahim bin Adham dalam kondisi puasa Ramadhan melakukan aktivitas berlebih dibanding bulan-bulan lainnya. Aktivitas Syekh Ibrahim bin Adham saat puasa yaitu berladang dikala terik siang hari, beribadah di sepanjang malam dan menjaga sebulan penuh dengan tidak tidur pada malam dan siang hari.

Kisah Syekh Ibrahim bin Adham bisa dipetik ibrahnya bahwa kebaikan yang dilakukan bulan puasa akan menjadi penghancur dosa. Sebagaimana Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar berkata, “Ramadhan itu adalah bulan yang menghancurkan dosa-dosa dan menenggelamkannya, bulan tersebut juga bisa disebut sebagai musimnya kebahagiaan.” Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Apabila bulan Ramadhan selamat maka selamatlah pada tahun tersebut.”

Keselamatan pada bulan umat Rasul tersebut dengan menjaga waktu-waktu di dalam bulan Ramadhan dengan mencari ridho Allah Swt melalui medium ibadah. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt mewajibkan puasa Ramadhan, aku mempertegas kepada kalian untuk mejalankan ibadah pada bulan tersebut, maka barangsiapa yang yang puasa dan mendirikan ibadah pada bulan tersebut dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan maka Allah akan menghapus dosa yang telah lalu.”

Hadis itu mengisyaratkan bahwa bulan Ramadhan penuh hikmah di dalamnya. Ibnu al- Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa tujuan dan hikmah berpuasa di bulan agung tersebut. Tujuan puasa yaitu membebaskan ruh manusia dari cengkraman hawa nafsu yang menguasai jasmaninya menuju sasaran penyucian dan kebahagiaan yang abadi. Selain itu puasa membatasi intensitas keinginan hawa nafsu dengan jalan lapar dan haus, hal itu menggerakan manusia untuk ikut merasakan betapa manusia di dunia ini yang harus pergi tanpa sedikit makanan, mempersulit gerak setan, dan mengekang organ-organ tubuh agar tidak berbelok kea rah hal-hal yang membawa kerugian dunia dan akhirat.

Adapun hikmah berpuasa menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah yaitu memberikan pelindungan kepada anggota badan baik pada bagian luar dan dalam. Puasa mencegah kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh timbunan materi yang sudah busuk. Ia mengusir racun-racun bakteri yang merusak kesehatan. Puasa juga mengobati sakit-sakit yang berkembang dalam tubuh yang disebabkan oleh kekenyangan yang berlebihan.

 

           




Posting Komentar

0 Komentar