Memberi Jamuan Makan Kepada Tamu Itu Sebuah Kemuliaan Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ )



       Tamu yang bersilaturahmi ke rumah kita membawa keberkahan dan menghilangkan keburukan yang ada di dalamnya. Nabi Ibrahim adalah sosok yang selalu senang apabila kedatangan tamu. Bahkan beliau menyediakan makanan yang terbaik kepada seseorang yang bertamu kepadanya. Diantara yang beliau sediakan adalah roti, susu, gandum, daging kambing yang masak, serta buah-buahan. 

        Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki berkata, “Memberi jamuan makanan adalah sebaik-baiknya kebiasaan umat Islam.” Sebagaimana Nabi Muhammad pernah di datangi oleh seseorang pemuda yang bertanya,

أيُّ الإِسْلاَمِ خَيرٌ؟ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعاَمَ، وَ تَقْرَأُ السَّلامَ عَلى مَنْ عَرَفْتَ وَ مَنْ لَم تَعرِف

            Artinya: “Islam yang bagaimana yang baik? Lalu Nabi menjawab, engkau yang senantiasa memberikan makanan, dan engkau yang memberi salam kepada orang yang baik telah kau kenal atau orang yang belum engkau kenal.”

            Hadis di atas memotivasi seorang muslim untuk berharap dirinya didatangi tamu dan bisa menjamunya dengan baik. Sebab seseorang yang bisa menjamu tamu kelak akan masuk syurganya Allah SWT. Sebagaimana Abu Hurairah R.A berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya jika aku memandangmu maka akan menjadi obat bagi diriku, dan penyejuk bagi mataku, lantas beritahukan kepadaku tentang segala sesuatu kepadaku? Maka Rasulullah menjawab, “Setiap sesuatu diciptakan dari air.” Maka aku (Abu Hurairah) bertanya kembali, “Kabarkan kepadaku seseuatu yang apabila aku kerjakan maka aku akan masuk ke surga?” Maka Rasulullah menjawab, “Berilah jamuan makanan, berilah salam, sambunglah silaturahmi, dan shalat malamlah (tahajud) tatkala manusia terlelap tidur, niscaya kamu akan masuk surga.” (HR. Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i)

            Melihat hadis tersebut menandakan bahwa surga bisa disebabkan dengan hubungan muamalah yang baik. Sebab kita tidak mudah menerima tamu dan memberi jamuan kepadanya. Terkadang kita sebagai manusia yang imannya naik turun memilah dan memilih tamu. Giliran tamu yang membawa maslahat akan diterima dengan baik akan tetapi tamu yang dianggap membawa mafsadat akan ditolak secara tersirat. Akan tetapi Rasulullah menerima tamu dari semua kalangan baik dari kalangan menengah ke atas atau menengah ke bawah.

            Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya di surga ada satu kamar yang terlihat zhahirnya pada bathinya, dan bathinnya pada zhahirnya.” Lalu Abu Malik al-Asya’ri bertanya: “Untuk siapa kamar itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Bagi seseorang yang baik pembicaraannya, seseorang yang senantiasa menyediakan makanan, dan seseorang yang bangun malam ketika manusia lainnya tertidur.” (HR. Thabrani)

            Lantas bagaimana ketika kita tidak memiliki apa-apa di rumah akan tetapi tamu itu datang? Maka sediakan saja untuknya air putih sekedar untuk menghilangkan dahaganya. Karena jika kita menyianyiakan tamu maka sama saja kita menolak keberkahan yang datang kepada diri kita. Ketika kita memuliakan tamu dengan kemampuan kita maka Allah akan memberikan rezeki kepada kita dari arah yang kita tidak ketahui.

           

 

 

           

 




Posting Komentar

0 Komentar