Hak Sesama Muslim oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


            Ukhuwah Islamiyah dibangun dengan kesadaran penuh oleh sesama muslim. Kesadaran tersebut yaitu dengan mengenyampingkan ego dan kepentingan sesaat, untuk terciptanya saling memahami satu sama lain. Walau terkadang pemikiran dan pandangan antara seorang muslim dengan muslim lainnya berbeda. Namun hal itu bisa dikesampingkan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang harmonis.

Dokumentasi Pribadi 

              Allah telah menyatakan di dalam firman-Nya :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS: Al-Hujurat:10)

            Ibnu Katsir  memberikan catatan bawa syaratnya ukhuwah (persaudaraan) di antaranya memenuhi hak saudaranya pada urusan agama, ketahulilah suatu saat engkau membutuhkan saudaramu melalui hal bantuan dan ia memberikan itu kepadamu. Namun, ingatlah ketika hal-hal tersebut telah terpenuhi maka engkau jangan mengurangi atau menghilangkan sesuatu tersebut. Malah kondisi tersebut menjadikan dirimu untuk bisa membantu pula kebutuhan saudaramu itu serta memberikan solusi atas masalahnya. (Ibnu Katsir:2015:221)

            Penjelasan Ibnu Katsir tersebut memberikan satu pandangan bahwa manusia itu adalah mahluk sosial, mahluk saling membutuhkan satu sama lain. Apalagi bantuan sesama muslim itu harus menjadi perhatian satu sama lain. Bagaimana dalam ajaran Islam mengajarkan setiap tahunnya antara muslim yang mapan membantu muslim yang kurang mampu pada sebelum hari Idul Fitri dan hari Idul Adha? Penyaluran beras zakat fitrah, zakat mall, infaq, sedekah pada moment sebelum shalat Idul Fitri dan penyaluran hewan kurban pada moment Idul Adha.

             Quraish Syihab memberikan statement bahwa faktor penunjang persaudaraan sesama muslim dalam arti luas atau sempit adalah persamaan. Semakin banyak persamaan semakin kokoh pula persaudaraan. Persamaan dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang mendahului lahirnya persaudaraan hakiki dan yang pada akhirnya menjadikan seorang saudara merasakan derita saudaranya. Sebagai contoh adalah mengulurkan tangan bantuan kepada saudaranya sebelum diminta serta memperlakukannya bukan atas dasar take and give tetapi justru mengutamakan orang lain walaupun dirinya sendiri kekurangan. (Quraish Syihab:1993:359)

            Hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Barang siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat.”

            Di sisi lain Nabi berpesan kepada sesama muslim untuk memperhatikan haknya. Sebagaimana sabdanya,

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

"Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin".

            Hukum dari menjawab salam itu fardhu a’in pada seseorang yang diberi salam. Adapun fardhu kifayah atas hak jama’ah (sekumpulan orang) untuk menjawabnya. Meski seorang muslim melintas disamping muslim lainnya lalu ia memberi salam, dan tidak ada seorang selainnya maka ia wajib untuk  menjawabnya. Jika ia tidak menjawabnya maka seorang yang diberi salam akan terkena dosa. Adapun seorang yang memberi salam kepada sekumpulan orang maka cukuplah seseorang dari mereka yang menjawabnya, jika tidak ada seorang dari mereka menjawabnya maka dosa bagi yang lainnya.

            Adapun seseorang menjenguk orang sakit itu harus mempunyai adab-adab. Adab-adabnya antara lain yaitu jangan terlalu berlama-lama dalam menjenguknya, jangan bertanya sakit apa kepadanya, jangan membuat orang yang lagi sakit ketakutan, dan berilah semangat dan doa untuk kesembuhan atas penyakit yang dideritanya. Doa bagi orang sakit tersebut ialah

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شَافِىَ إِلاَّ أَنْتَ ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا

“Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (Hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR. Bukhari, no. 5742; Muslim, no. 2191). Bila diperhatikan adab-adab itu semua maka orang sakit tersebut termotivasi untuk sembuh dari penyakitnya.

            Sedangkan mengiringi jenazah yang dimaksud dalam hadis di atas ialah hadir dalam menyolati jenazah, mengiringi sampai tempat penguburannya, dan mengikuti proses penguburannya. Sebagaimana Imam Nawawi al-Dimasqy berkata, “Adapun mengiringi jenazah itu dihukumkan sunnah pada ijma’, baik jenazah yang dikenal atau kerabat dekat atau selain keduanya.” Adapun kewajiban untuk mengurus jenazah itu ada empat (menurut fiqih): memandikannya, mengafaninya, menyolatkannya, dan menguburkannya. Pada setiap prosesnya tersebut dihukumkan fardhu kifayah. (Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus:2017:91)

            Pada ghalibnya, hukum memenuhi undangan itu sunnah. Namun di sisi lain ada yang mengatakan fardhu kifayah untuk memenuhinya. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad, “Jika seseorang diantara kalian diundang ke suatu acara maka hendaklah datang ke acara tersebut.” Undangan tersebut berupa pesta pernikahan, undangan makan-makan, acara tujuh bulanan, acara aqiqah, dan acara khitan (Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus:2017:91).

            Namun juga perlu diperhatikan dalam acara pesta pernikahan untuk memperbanyak bangku untuk yang para tamu undangan. Sebab umumnya pada acara pesta tersebut masih banyak terlihat para undangan yang makan dan minum berdiri.  Kemudian, pada acara tersebut dianjurkan untuk dipisah untuk tamu undangan laki-laki dan wanita. Di sisi lain, hiburan pada acara tersebut sebaiknya tidak terlalu berlebihan.

            Adapun hukum mendoakan orang yang bersin setelah ia mengucapkan alhamdulillah itu pada mazhab Syafi’i itu dianjurkan. Sebagaimanna hadis Nabi Muhammad Saw, “Hak seorang muslim atas muslim lainnya itu mendengarkannya (alhamdulillah) dari orang yang bersin lantas menjawabnya (yarhamukawlah/yarhamukillah).” Hadis lain juga menyebutkan, “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam, salah satunya, “Apabila seseorang bersin dengan mengucap alhamdulillah maka jawablah atasnya.” Hadis lain berbunyi, “Apabila seseorang dari kalian bersin maka hendaknya berkata alhamdulillah, dan seseorang yang berada di sisinya hendaklah menjawab, yarhamukawlah (semoga Allah merahmatimu).” (Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus:2017:94).

            Hadis akhir tersebut menunjukkan bahwa menjawab bersin (yarhamukawlah) itu dianjurkan jika orang yang bersin mengucapkan alhamdulillah. Namun apa orang yang bersin perlu diingatkan untuk hal tersebut, sebagian ulama menyatakan untuk tidak mengingatkan dalam pengucapan tahmid tersebut. Wawlahu a’lam.

           

 

 

           

           

           

           




Posting Komentar

0 Komentar