Komunikasi Transendental oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si, CETP (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)

 

Setiap manusia pasti berkomunikasi satu sama lainnya. Melalui komunikasi tersebut akan terjalin relasi atau kekerabatan yang postif. Maka dari itu untuk tersampaikan pesan yang utuh, harus terpenuhi unsur-unsur komunikasi tersebut. Unsur-unsur tersebut ialah komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Pada unsur-unsur tersebut yang paling penting ialah media, sebab ia sebagai perantara untuk menghubungkan antara komunikator, pesan, dan komunikan.



            Sedangkan transendental ialah sesuatu yang tidak terlihat atau berhubungan dengan ruhaniyah atau alam ghaib. Tentu jika dipadukan antara komunikasi dan transendental maka akan menjadi komunikasi terhadap alam yang tidak terlihat. Hal tersebut juga bisa dimaknai oleh komunikasi kepada Tuhan.  

            Dahulu nabi Musa dijuluki kalimullah (orang yang bisa berbicara dengan Rabb-nya). Tentu hal-hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang-orang terpilih yaitu nabi-nabi-Nya. Sedangkan Manusia berbicara dengan Tuhan-Nya hanya melalui perantara. Sebagaimana hal tersebut disebutkan di dalam al-quran:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS As-Syuara/38: 51)

Shalat, membaca al-quran, berzikir, dan beribadah lainnya adalah media bagi manusia melakukan komunikasi transendental dengan Rabb-Nya. Ada hadis yang menyatakan “Shalat itu mi’rajnya seorang mukmin”. Hadis tersebut menunjukkan ketika seorang muslim melakukan shalat berarti ia melakukan perjalanan menuju Allah taala melalui gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan yang ditetapkan oleh syara’ dan diakhiri dengan salam yaitu kembalinya kesadaran kita untuk hidup di masyarakat kembali.

Ketika manusia tidak khusyuk di dalam shalatnya maka ia menganggap bahwa shalat itu hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Padahal dengan shalat tersebut manusia tersebut seolah-olah sedang menghadap Allah swt. Maka untuk mendatangkan khusyuk tersebut, seorang muslim harus menggunakan pakaian yang layak dan bagus. Sebagian dari kita kalau mau bertemu pejabat dan orang penting itu menggunakan pakaian yang mahal-mahal akan tetapi ketika solat hanya mengenakan baju seadanya. Sebagaimana Allah memberikan peringatan tersebut dalam al-quran:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS Al-A’raf/7:26)

Membaca al-quran, komunikasi transendental juga. Pasalnya, ketika seseorang muslim membaca kitab suci tersebut seolah-olah ia sedang berkomunikasi dengan Allah Swt. Sebab ayat-ayat suci tersebut merupakan firman-firman Allah, yang terkadang menasehati si pembacanya. Seorang muslim yang selalu membacanya akan mendapatkan syafaat baik di dunia dan akhirat. Syafaat tersebut berupa pertolongan secara sadar atau tidak sadar. Sebagaimana Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,” (QS Fatir/35:29)

Zikir juga termasuk media untuk menghubungkan antara hamba dan Tuhan-nya. Disisi lain dengan berzikir kita melafalkan nama-nama Allah yang baik atau memuji Allah SWT. Melalui lisan seseorang yang memuji-Nya, Ia akan memberikan seseuatu dari arah yang kita tidak bisa duga. Bahkan ketika kita mengingat-Nya, Sang Rahman pasti mengingat kita pula. Hal ini termaktub di dalam al-quran:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS Al-Baqarah/2:152)

 

 

 




Posting Komentar

0 Komentar