Menyelami Makna Nikmat oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si, CETP (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


         Nikmat, kata yang selalu berkaitan dengan apa-apa yang Allah berikan kepada manusia. Nikmat sehat, nikmat panjang umur, nikmat mendapatkan rezeki dan nikmat ibadah kepada-Nya, ketiga nikmat yang selalu diinginkan oleh orang-orang yang berakal. Tentu menyelami nikmat tersebut harus dibarengi dengan kata syukur, sebab syukur tersebut sebagai tanda terima kasih atas nikmat-nikmat yang telah dianugrahkan oleh Sang Khalik.

            Nikmat berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti kebahagiaan, atau kebaikan yang Allah berikan kepada seseorang (Yusuf al-Baqai:2006:725). Di dalam al-quran sendiri kata nikmat terdapat 138 kali. 18 kali kata tersebut dalam bentuk fi’il (kata kerja)  dan 120 kali kata tersebut dalam bentuk isim (bentuk kata benda). Adapun salah satunya dalam bentuk fi’il termaktub di dalam QS Al-Fatihah/1:7

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

       (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Sedangkan salah satu kata nikmat dalam bentuk isim tertera di dalam QS An-Nahl/16:18:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Syekh Abdul Fattah Abu Ghudah membagi nikmat itu menjadi dua yaitu nikmat secara ushul dan nikmat secara furu’. Adapun ushul ni’mat itu banyak tidak dipungkiri, dan ushul nikmat yang pertama yaitu iman kepada Allah dan mentaati kepada apa-apa yang diperintahkan-Nya, melaksanakan apa-apa yang telah diwajibkan oleh-Nya, dan mentaati apa-apa yang telah ditetapkan-Nya. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)

Pernyataan di atas memberikan satu pandangan bahwa ushul nikmat yang pertama yaitu berkaitan dengan nikmat bertaqwa kepada Allah swt. Sungguh nikmat tersebut sangat mahal sekali. Sebab nikmat tersebut tidak terlihat secara zohir akan tetapi bisa dirasakan bagi orang-orang yang terus taat kepada-Nya. Tentu pelaksanaan dari nikmat tersebut yaitu melaksanakan ibadah wajib dan sunnah. Dampak dari nikmat tersebut yaitu ketenangan bathin dalam kondisi apapun dan selalu ridho dengan ketentuan-Nya.

Ushul nikmat yang kedua yaitu nikmat sehat wal afiyah, yang diantaranya selamatnya pendengaran, penglihatan, hati dan seluruh anggota tubuh. Selamat tersebut juga bisa dikatakan seorang bisa menempatkan diri dalam aktivitas yang dijalani dan bermanfaat keberadaannya. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)

Ushul nikmat yang kedua berkaitan dengan nikmat jasmani. Nikmat melihat, nikmat mendengar, nikmat berbicara, dan nikmat berjalan. Nikmat-nikmat tersebut harus digunakan dalam hal-hal yang bermanfaat. Sebab, hal-hal yang bermanfaat tersebut misalnya mencari nafkah, , bersosialisasi dalam satu komunitas, membantu orang lain dan beraktivitas sehari-hari. Dampak dari melakukan kegiatan tersebut yaitu kepuasan diri dalam menjalankannya.

Ushul nikmat yang ketiga yaitu nikmat menuntut ilmu. Nikmat tersebut ialah nikmat yang sangat besar sebab memahami hakikat ilmu yang mengantarkan manusia kepada kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Di sisi lain ilmu tersebut adalah nikmat yang agung, bagaimanapun ia menghasilkan nikmat, memberikan manfaat kenikmatan untuk manusia, dan manusia yang memanfaatkannya akan mendapatkan kenikmatannya. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)

Adapun furu’ul ni’mah (cabang dari nikmat) ialah nikmat memanfaatkan ilmu, nikmat membahagiakan jasmani, memanfaatkan uang, nikmat menjaga ibadah-badah sunnah, seperti sholat tahajud, memperbanyak membaca al-quran, dzikrullah, nikmat menjaga sunah-sunnah kebersihan pada wajah, kedua tangan dan kuku, sunnah-sunnah melakukan kebaikan misalnya bermuamalah dengan orang lain dalam pergaulan, berjabat tangan ketika bertemu seseorang,  masuk masjid dengan kaki kanan, keluar masjid dengan kaki kiri, menyingkirkan duri di jalan, serta melakukan hal-hal tersebut melalui adab-adab, sunnah-sunnah, anjuran-anjuran, dan beberapa kewajiban yang telah ditetapkan. (Abdul Fattah Abu Ghudah:2006:16)

 




Posting Komentar

0 Komentar