“Hidup untuk kerja, kerja untuk hidup”, mungkin itu adalah motto manusia di abad modern. Sampai-sampai manusia lupa tentang asal mula kelahirannya. Tanpa sehelai kain apapun yang melekat, dan sesuatu yang harus dibanggakan darinya. Betapa kelahiran manusia menunjukkan bahwa ia hanya mahluk yang diciptakan tanpa mempunyai apa-apa dan tanpa kepemilikan seseuatu yang berharga.
Sayyidil Walid Habib Ali bin Abdurrahman
Assegaf berkata, “Kerja itu hanya untuk pemantas saja.” Kata-kata
tersebut jelas, logis, rasional, dan bermakna. Maknanya yaitu kerja itu hanya
sebagai identitas pada bidang yang digeluti oleh manusia. Sehingga dengan
bidang tersebut, ia bisa memberikan manfaat di lingkungan tempat kerjanya dan
di masyarakat. Karena kompetensi manusia dalam satu bidang itu adalah amanah
dari Allah untuk dijalankan secara bijak. Bukan kompetensi itu diperformansikan
untuk berbangga dan menjatuhkan orang lain.
Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Carilah hajat-hajat dengan memperhatikan kemuliaan
diri, karena sesungguhnya urusan-urusan itu berjalan atas ketetapan Allah Swt.”
Melalui hadis itu, kita bisa mengambil satu perspektif bahwa seseorang dalam mencari nafkah dan prnghidupan bukan dengan cara culas dan menjilat. Ketika seseorang mencari kebutuhan
dunia dengan cara tidak bijak seperti korupsi dan mencari muka di depan
pimpinan maka ia tidak percaya terhadap takdir Tuhan. Di sisi lain, harga
dirinya akan jatuh.
Di abad modern, sangat sulit mempunyai sifat dan sikap sederhana. Sebab pemahaman-pemahaman yang matrialistik masuk ke bumi nusantara seperti kapitalisme, hedonisme, dan liberalisme untuk mengubah cara pandang manusia, cara pandang yang menjadikan harta dan tahta adalah segalanya. Padahal harta dan tahta merupakan titipan Allah untuk dimanfaatkan dan diolah manusia untuk sesuatu yang bisa membawa maslahat bagi diri, keluarga, dan orang lain.
Sayyidina
Umar bin Khattab RA pernah menangis tatkala ia keluar dari rumah Rasulullah. Lantas
sang Mujtaba bertanya, “Ya Umar, kenapa engkau menangis?” Sayyidina Umar
menjawab, “Ya Rasulallah, engkau adalah seorang pemimpin umat, akan tetapi
terlihat sangat sederhana, tidak mempunyai seseuatu yang berharga di rumah mu,
engkau adalah sebenar-benarnya pemimpin manusia yang menjadi teladan sejati.”
Kesederhanaan hidup memang butuh sosok
keteladanan. Keteladanan yang musti diperlihatkan dan dijalankan oleh pemimpin.
Apabila pemimpinnya mencontohkan kesederhanaan maka bawahannya akan mengikuti
jejaknya. Jika pemimpinnya haus harta dan tahta maka jangan harap bawahannya
akan hidup sederhana.
0 Komentar