Relasi Etika dan Agama oleh Monica Octavia (Mahasiswi PNJ Jurusan D3 Keuangan dan Perbankan)

 


Persoalan etika dan agama memang menjadi 2 hal yang tidak perlu untuk dipertentangkan. Etika memang tak bisa mengganti peran agama, melainkan etika bisa membantu agama untuk memecahkan berbagai macam masalah yang rumit dan sulit. Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai hubungan etika dan agama di lingkungan masyarakat, alangkah baiknya kita mengulas lebih dalam mengenai persoalan etika, baru membahas mengenai agama, secara sederhana, satu-persatu.

Secara sederhana, etika bisa dikatakan sebagai salah satu ilmu yang mempelajari secara sistematis, mengenai moralitas dan memberikan suatu bentuk penilaian terhadap tindakan moral. Walaupun demikian, etika dalam pandangan Magnis Suseno, dia tak memiliki pretensi secara langsung untuk membuat diri pribadi manusia menjadi lebih baik ke depannya. Dengan demikian etika dapat juga dikatakan sebagai sebuah pandangan filosofis dalam melihat perilaku manusia. Perilaku tersebut tercermin dalam tindakan moralnya. Sehingga seseorang tidak perlu beretika untuk membuat tindakan moral. Moral merupakan tindakan yang tidak terikat oleh apapun, termasuk agama. Orang bisa betindak moral tanpa harus beragama dan sebaliknya orang beragama bisa bertindak amoral.

Dalam bahasa Yunani etika berarti ethikos mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung analisis konsep-konsep seperti harus, mesti, benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Dalam bahasa Yunani Kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

Sedangkan Definisi agama dapat dirujukan pada makna ad-dien (Arab) atau religion (Inggris). Dalam bahasa Sanskrit, agama berasal dari dua kata yaitu “a” berarti “tidak” dan „“gam” berarti “pergi”. Jadi, agama mengandung arti “tidak pergi”, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. (Ahmad Dahlan,|Vol.6|No.1|Jan-Jun 2008|71-9018). Argumentasi pendapat ini didasarkan pada kenyataan agama dalam kehidupannya ternyata memang mempunyai sifat turun-temurun atau kebanyakan anak-anak akan belajar dan menganut agama sesuai dengan agama orangtuanya.

Secara terminologis agama merupakan suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok persoalan yang dibahas dalam agama adalah eksistensi Tuhan, manusia, dan hubungan antara manusia dengan Tuhan, (St. Sunardi, dikutip dari Ahmad Dahlan) sedangkan faham yang tidak mengakui agama biasa disebut “atheisme”. Dari definisi semakin memperjelas bahwa terdapat hubungan kuat agama dalam pengembangan ilmu dan etika. Apalagi Al-Qur‟an, sebagaimana yang ditulis Dr. A. Mukti Ali, merupakan kitab suci yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu-ilmu dalam beragam disiplin, sedangkan nilai-nilai dalam etika merupakan pengendali dari sikap dan perilaku manusia dalam mengimplementasikan ajaran agama dan kekuatan ilmu dalam kehidupan nyata (empiris).

Agama memberi doktrin kebenaran yang tidak mungkin diubah oleh manusia. Agama menganggapnya wahyu yang absolut, tetapi bisa ditafsirkan. Karena itu ketika agama bersentuhan dengan etika, maka ajaran agama sebagai yang absolut tidak mungkin diubah, tetapi dalam keabsolutannya etika mempunyai peran untuk menjaga para penafsir untuk tidak menjadi bias. Dengan racionalitas etika maka agama dapat dipahami dalam konteksnya.

·       Hubungan Etika dan Agama

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa etika dan agama adalah dua hal yang tidak harus dipertentangkan. Antara etika dan agama adalah dua hal yang saling membutuhkan, atau dalam bahasa Sudiarja “agama dan etika saling melengkapi satu sama lain”. Agama membutuhkan etika untuk secara kritis melihat tindakan moral yang mungkin tidak rasional. Sedangkan etika sendiri membutuhkan agama agar manusia tidak mengabaikan kepekaan rasa dalam dirinya. Etika menjadi berbahaya ketika memutlakan racio, karena racio bisa merelatifkan segala tindakan moral yang dilihatnya termasuk tindakan moral yang ada pada agama tertentu.

Hubungan etika dan agama akan membuat keseimbangan, di mana agama bisa membantu etika untuk tidak bertindak hanya berdasarkan racio dan melupakan kepekaan rasa dalam diri manusia, pun etika dapat membantu agama untuk melihat secara kritis dan rasional tindakan–tindakan moral. Bahwa kepelbagaian agama adalah salah satu hal yang membuat kita juga menjadi sadar betapa pentingnya etika dalam kehidupan manusia. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan manusia yang berbeda agama tanpa etika di dalamnya. Kebenaran mungkin justru akan menjadi sangat relatif, karena kebenaran moral hanya akan diukur dalam pandangan agama kita. Diluar agama kita maka tidak ada kebenaran. Etika dapat dikatakan telah menjadi jembatan untuk mencoba menghubungkan dan mendialogkan antara agama-agama.

Kita dapat mengatakan bahwa etika, secara filosofis menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan agama-agama, khusunya bagi negara-negara yang majemuk seperti Indonesia. Etika secara rasional membantu kita mampu untuk memahami dan secara kritis melihat tindakan moral agama tertentu. Kita tidak mungkin menggunakan doktrin agama kita untuk melihat dan menganalisis agama tertentu. Sebuah pertanyaan menarik akan muncul, jika sekiranya agama hanya satu apakah dengan demikian etika tidak lagi dibutuhkan? Karena agama tersebut akan menjadi moral yang mutlak dalam kehidupan manusia. Kalau kita tetap memahami bahwa etika hadir untuk secara rasional membantu manusia memahami tindakan moral yang dibuatnya, maka tentu etika tetap menjadi penting dalam kehidupan manusia. Karena etika tidak akan terikat pada apakah agama ada atau tidak etika akan tetap ada dalam hidup manusia selama manusia masih menggunakan akal sehatnya dan racionya dalam kehidupannya. Sekalipun manusia menjadi ateis, etika tetaplah dibutuhkan oleh mereka yang tidak mengenal agama.

Pertanyaan berikut yang akan muncul adalah apakah cukup kita ber-etika tanpa ber-agama? Jika kita mencoba memahami secara filosofis, maka dapat dikatakan bahwa etika tanpa agama adalah kering, sebaliknya agama tanpa etika hambar. Bahwa manusia tidak hanya diciptakan sebagai mahluk rasional, tetapi melekat dalam dirinya mahluk religius yang membuat dia mampu berefleksi terhadap kehidupannya. Karena itu agama akan membantu manusia untuk bertindak tidak hanya berdasarkan rasionya tetapi juga berdasarkan rasa yang ada dalam dirinya. Satu kesatuan antara rasio dan rasa yang melekat dalam diri manusia. Manusia bukanlah mahluk egois yang harus mengandalkan rasionya semata-mata.

·       Fungsi Etika dan Agama Dalam Kehidupan Sosial

Para pemikir Islam maupun pemikir Barat kontemporer sama-sama menyadari bahwa manusia saat ini berada pada puncak krisis yang akut, dimana kehadiran sains dan teknologi modern telah mereduksi eksistensi kemanusiaan sebagai potensi ideal dan kekuatan dalam mendesain peradaban modern. Jauh sebelum Karl Marx merasakan adanya fenomena penindasan oleh berjuis dan kapitalis alat dan modal yang telah meredekreditkan dimensi kemanusian sehingga zaman modern adalah zaman dimana manusia benar-benar hidup secara real dan harfiah dalam bumi yang satu. Dalam menyikapi keadaan tersebut, dibutuhkan sikap yang lebih apresiatif dan aktif dalam memfungsikan nilai-nilai etika dan agama dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan.

Berbicara masalah etika dan agama tidak terlepas dari masalah kehidupan manusia itu sendiri. Olehnya itu, etika dan agama menjadi suatu kebutuhan hidup yang memiliki fungsi. Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu yang berfungsi :

·       mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

·        etika mengatur dan mengarahkan citra manusia kejenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia.

·       Etika menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua norma. Sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom.

·       Etika dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran kritis yang dapat membedakan antara yang sah dan tidak sah, apa yang benar dan apa yang tidak benar.

·       Etika memberi kemungkinan kepada kita untuk mengambil sikap sendiri serta ikut menentukan arah perkembangan masyarakat.

Sedangkan agama yang kebenarannya absolut (mutlak) berfungsi :

sebagai petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh kehidupannya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, sejahtera lahir dan batin.

·       Agama sebagai sistem kepercayaan.

·       agama sebagai suatu sistem ibadah.

·       agama sebagai sistem kemasyarakatan.

·       Agama merupakan kekuatan yang pokok dalam perkembangan umat manusia.

·       Agama sebagai kontrol moral.

Sebagai contoh dalam kehidupan modern yang serba pragmatis dan rasional, manusia menjadi lebih gampang kehilangan keseimbangan, mudah kalap dan brutal serta terjangkiti berbagai penyakit kejiwaan. Akhirnya manusia hidup dalam kehampaan nilai dan makna. Ketika itu agama hadir untuk memberikan makna. Ibarat orang tengah kepanasan di tengah Padang Sahara. Agama berfungsi sebagai pelindung yang memberikan keteduhan dan kesejukan, serta memiliki ketentraman hidup. Dengan demikian, ajaran agama mencakup berbagai dimensi kehidupan manusia (multi dimensional) senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tidak pernah mengenal istlah ketinggalan zaman (out of date). Kedua fungsi tersebut tetap berlaku dan dibutuhkan dalam kehidupan sosial. Etika mendukung keberadaan agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional sedangkan agama mendasarkan pada wahyu Tuhan. Dalam agama ada etika dan sebaliknya. Agama merupakan salah satu norma dalam etika.

Dengan demikian hubungan antara etika dengan agama sangat erat kaitannya, yakni adanya saling isi mengisi dan tunjang menunjang antara satu dengan yang lainnya. Keduanya terdapat persamaan dasar, yakni sama-sama menyelidiki dan menentukan ukuran baik dan buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia. Olehnya itu, etika dan agama menjadi suatu kebutuhan hidup yang memiliki fungsi dan tetap berlaku dan dibutuhkan dalam kehidupan sosial, misalnya dalam hal perpolitikan, hukum, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Etika mendukung keberadaan agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional sedangkan agama mendasarkan pada wahyu Tuhan yang kebenarannya absolut (mutlak).

 Gambar diambil dari: wajibbaca.com

 

 

 




Posting Komentar

0 Komentar