Sangat Sedikit Waktu Manusia Bersama Allah oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.SI (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)

        Bumi berotasi 24 jam dalam sehari. Waktu tersebut tentu menunjukkan kehidupan manusia yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebab waktu yang kita jalani akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Bahkan Allah Swt berfirman khusus tentang waktu pada surat al-Ashr:

وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (QS Al-Ashr/103:1-3)

Habib Muhammad bin Alwi Alaydrus berkata, “Sungguh jika engkau melihat manusia pada umumnya  tidak mengerti makna kehidupan, sehingga dari mereka ada yang Allah berikan kekayaan kepadanya melalui pekerjaannya dengan banyak harta. Namun ia hanya duduk di pasar di sepanjang siang, yang ia lihat hanya lalu lalang manusia. Lantas berapa keburukan dan kemungkaran yang melintas padanya?” (Muhammad Alaydrus: 2010:6)

            Pernyataan Habib Muhammad Alaydrus menunjukkan sedikitnya
waktu manusia bersama Allah. Sehingga waktu tersebut terlewat sia-sia. Imam Junaid al-Baghdadi berkata, “Waktu jika terbuang tanpa intropeksi diri maka tidak ada sesuatu kemuliaan pada waktu tersebut.” Perkataan Imam Junaid mengingatkan kita untuk meluangkan waktu untuk bermuhasabah atau intropeksi diri. Sebab dengan muhasabah tersebut ada perbaikan bagi diri. (Abu Abdurrahman Muhammad al-Sulami: 2020:133)

            Betapa pentingnya waktu bagi orang-orang shalih, mereka menggunakannya dengan taqarub kepada Allah. Sebab perputaran waktu pada hakikatnya menjemput kematian manusia. Walaupun waktu kematian bersifat abstrak dan hanya Allah yang mengetahuinya. Imam Junaid al-Baghdadi berkata, “Banyak manusia yang tahu tentang hakikat waktu namun banyak pula dari mereka yang melalaikannya.” (Abu Abdurrahman Muhammad al-Sulami: 2020:133)

            Orang-orang shalihin mempunyai keberkahan waktu dibanding dengan orang-orang awam. Sebab mereka bisa mengatur waktu dengan baik.  Waktu siangnya, terbagi untuk urusan dunia dan akhirat, sedangkan waktu malamnya didedikasikan  bersama Allah Rabb al-Alamin. Output dari amal-amalan yang mereka lakukan, dunia menjadi sekedarnya dan akhirat menjadi tujuan yang abadi.

Imam Abdullah bin Alwi al-Hadad berkata, “Hendaklah kamu memanfaatkan waktu-waktu untuk mengerjakan ibadah-ibadah. Sehingga kamu tidak melintasi waktu malam atau siang kecuali amal baik melekat pada dirimu dan terpatri amal-amal (Ibadah) tersebut padamu. Maka dengan demikian terlihat keberkahan waktu-waktu, terjadi kemanfaatan umur, dan selalu berjumpa dengan Allah ta’ala.” (Abdullah al-Haddad:2010:25)         

Pernyataan Imam Haddad di atas bisa diambil satu perspektif bahwa ibadah itu sangat penting. Karena ibadah merupakan keyakinan bahwa Allah yang menentukan segalanya. Mulai dari umur, rezeki, jodoh, sampai pekerjaan. Sehingga orang yang memperhatikan ibadahnya akan optimis dalam hidupnya dan menjauhkan sikap su’udzon atas ketentuan Allah.

 

           

 

             

             




Posting Komentar

0 Komentar