Tradisi Khotmul Quran Pada Shalat Terawih di Jakarta Oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si, CETP (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)


            Jakarta, wilayah metropolitan yang penuh warna. Sebab di wilayah tersebut bisa dikatakan fifty-fifty antara sisi gelap dan sisi terangnya. Sisi gelapnya yaitu penduduk yang tinggal di dalamnya selalu berjibaku dengan kehidupan dunia dan mencari kesenangan di dalamnya dengan hiburan yang hanya menyenangkan jasad. Sedangkan sisi terangnya yaitu penduduk yang tinggal di dalamnya bukan hanya mencari penghidupan yang layak di dunia akan tetapi mereka sadar bahwa agama adalah sumber kebahagiaan sejati.

            Jika kita berbicara sisi terang Jakarta di bulan Ramadhan maka identik dengan ifthar jama’i dan shalat terawih berjamaah. Masjid, mushola, majelis taklim, bahkan perusahaan-perusahaan mengadakan acara-acara tersebut untuk memperkuat jalinan ukhuwah antara sesama muslim. Di sisi lain acara-acara tersebut berdampak bagi kondusifitas negara sebab melalui silaturahmi tersebut dipercaya sebagai penolak musibah di satu wilayah.

            Menariknya, ada tradisi dan agenda tahunan di bulan Ramadhan di Jakarta, acara khatmul qur’an di dalam tarawih. Acara tersebut menandakan di satu masjid, mushola atau majelis taklim sudah menghatamkan al-quran. Acara tersebut biasa dilakukan setelah shalat Ashar, ya kira-kira pukul setengah lima sore. Biasanya acara tersebut di mulai dengan dibagikan per juz al-quran kepada jamaah untuk dibaca setelah itu pembacaan Wirdhu Latif, surat Yasin, Surat Al-Waqiah, Tahlil, pembacaan khatmul quran, dan tausiyah agama. Biasanya acara tersebut diselingi dengan shalawat yang diiringi oleh hadrah.

            Setelah acara seremonial pembuka selesai biasanya azan Maghrib dikumandangkan. Uniknya pada acara tersebut waktu antara azan dan iqomah di jeda sampai empat puluh menit. Hal itu untuk menikmati santapan buka puasa bersama.  Hidangan yang selalu tersedia di acara tersebut biasanya kurma, makanan-kecil dan nasi kebuli. Setelah selesai berbuka puasa, langsung para jamaah melaksanakan shalat Maghrib berjamaah setelah  itu shalat sunnah ba’diah dan shalat sunnah awabin. Kemudian acara dilanjutkan dengan pembacaan Ratib al-Haddad atau Ratib Alatas.

            Jangan heran yang baru ikut acara ini, karena biasanya shalat Isya-nya dilakukan tiga puluh atau empat puluh menit dari waktu semestinya. Biasanya di sebagian tradisi acara tahunan tersebut ada pembacaan qasidah dan kitab-kitab salafuna salihin sambil menunggu jamaah yang mengambil air wudhu. Hal itu untuk mengenal dan memahami kehidupan para salafuna salih. Mulai dari aktivitas sehari-hari hingga ibadah mereka yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT.

            Setelah pembacaan kitab salafuna salih selesai barulah iqomah dikumandangkan dan shalat Isya berjamaah. Nabi Muhammad telah menyatakan dalam sabdanya, “Barangsiapa yang shalat Isya secara berjamaah seolah-olah ia shalat setengah malam.” Belum lagi hal itu ditambah dengan sabdanya pula, “Barangsiapa yang dekat dengan Allah di bulan Ramadhan melalui medium fardhu-Nya maka sama pahalanya dengan 70 kali lipat. Barangsiapa yang dekat dengan Allah di bulan Ramadhan melalui medium sunnah maka sama pahalanya dengan satu kali fardhu ”. Melalui sabda-sabda Sang Mujtaba tersebut tentu memotivasi diri kita untuk melakukan baik shalat fardhu dan shalat sunnah di bulan penuh ampunan tersebut.

            Kemudian sebelum shalat terawih berjamaah, alangkah baiknya para jamaah shalat bakdiah Isya. Karena semakin banyak melakukan ibadah-ibadah tersebut semakin datang ketenangan, kebahagiaan, dan kegembiraan. Sebagaimana Nabi bersabda, “Bagi seorang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yaitu saat berbuka dan saat bertemu dengan Allah (ibadah).”

            Al-Habib Ahmad bin Muhammad bin Hamzah Alatas adalah tokoh pertama yang menyiarkan terawih dengan khotmil quran di Azzawiyah, Pekojan Jakarta Utara pada malam 27 Ramadhan. Kemudian muridnya yaitu Habib Abdullah bin Muchsin Alatas membuat acara serupa pada malam 21 Ramadhan. Lalu Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi meminta izin untuk acara serupa kepada gurunya Habib Abdullah bin Muchsin Alatas. Lalu Habib Abdullah memerintahkannya pada malam 25 Ramadhan untuk mengadakan terawih dengan khotmil quran di Kwitang.

            Tradisi khatmil quran pada shalat terawih ini sudah ada kurang lebih dua abad lamanya. Tentu tradisi ini membawa dampak positif bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Selain sebagai ajang silaturahmi antar sesama muslim, acara tersebut juga sebagai munajat kepada Allah SWT di malam-malam di bulan Ramadhan. Dimana doa seorang muslim tidak akan ditolak oleh Sang Rahman. 

 

           

           

           

           




Posting Komentar

0 Komentar