Resensi Buku "Demokrasi Milenial"

Judul buku : Demokrasi Milenial

Penerbit         : Ruas Media

Pengarang : Galih Prasetyo

ISBN : 978-623-92186-3-8

Ukuran : 12 x 19 cm

Halaman : xxxii, 146 hlm

Tahun : 2019



  1. Kaum Milenial Untuk Demokrasi

Generasi milenial di Indonesia hari ini menjadi semacam pembuka babakan baru demokrasi. Prospek demokrasi di hadapan milenial memiliki tiga karakter dalam diri mereka, yaitu : creative, connected, dan confidence. Ketiga karakter ini akan berdampak pada demokrasi yang lebih inovatif dan inklusif sesuai karakter mereka. Milenial mencoba memperjuangkan demokrasi melalui cara – cara yang unik, di luar nalar generasi sebelumnya.  Mereka mengisi demokrasi dengan cara yang lebih ringan, serta mudah diterima. Demokrasi dilakukan dengan melalui meme, shitposting, ataupun potongan video dengan caption yang tersebar di beragam platform medsos atas apa yang terjadi dalam politik keseharian.

Generasi milenial perlu belajar dari kebaikan generasi sebelumnya. Setidaknya untuk menghindari supaya semangat demokrasi di era digital tidak dibelokkan. Milenial harus menyediakan wacana yang mencerahkan publik, mengedepankan sikap yang bertanggung jawab dalam berdemokrasi. Dengan harapan demokrasi di Indonesia akan jauh lebih baik dan berwarna.

  1. Pancasila, Demokrasi dan Problem Kekinian

Sebagai bangsa Indonesia, kita wajib bersyukur karena memiliki ideologi negara seperti Pancasila. Pada saat ini, bangsa kita sedang dihadapkan dengan sejuta tantangan yang membuka segala kemungkinan. Kebebasan yang tersedia dalam demokrasi harus diikuti aturan – aturan hukum yang memelihara kebebasan sesame pihak. Demokrasi perlu diimbangi batas – batas yang jelas dan melindungi semua. Asalkan mau menerapkan Pancasila secara setia, dipastikan cita – cita konstitusi terwujud. Saat ini, Pancasila dan demokrasi harus saling menguatkan. Sudah semestinya demokrasi yang dijalankan merujuk ajaran – ajaran Pancasila. Lantas mengamalkan secara hikmat, apa yang tertuang pada sila keempat dalam Pancasila.

Pada era digitalisasi saat ini, kita harus kooperatif dalam menyesuaikan apa yang sedang berlangsung. Kebijakan apa pun yang diambil pemerintah harus sejalan dengan kebutuhan dan aspirasi publik. Pentingnya melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Pilihan kebijakan pemerintahan tidak boleh lagi tutup mata dari kemauan publik.


  1. Problematika Demokrasi di Era Digitalisasi

Gerakan pemilu pada dekade ini diliputi maraknya penggunaan platform digital dalam membantu pelaksanaan pemilu dan demokrasi. Platform digital membuat masyarakat mudah mengungkapkan aspirasi. Akan tetapi, digitalisasi tentu tidak sepenuhnya baik. Hoaks menjamur di mana – mana. Sehingga membuat penerima sulit membedakan, yang mana benar dan salah. Relasi demokrasi dan pemilu di era digital menyimpan kekurangan dan kelebihan.

Untuk urusan politik, digitalisasi sangat membantu dalam mempersiapkan strategi politik karena memudahkan memperoleh rujukan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi. Yang dikhawatirkan, kompetisi perpolitikan membawa dampak turunannya; hoaks yang kemudian mengarah pada fitnah. Hingga kini belum ada tanda pembangunan demokrasi yang substansial. Prospek demokrasi tidak mudah ditebak, tergantung pilihan publik, apakah ingin terlena dalam hingar bingar kesesatan informasi tanpa melakukan apapun, atau berusaha melakukan gerakan alternatif yang bekerja untuk meluruskan nalar pikir publik dengan menyajikan narasi yang kreatif dan positif.

  1. Ekonomi Kreatif : Gagasan Populis Milenial

Pemerintah Indonesia sebagai regulator tidak boleh cuek akan perkembangan industri kreatif yang begitu pesat ini. Apalagi nilai industri kreatif menyumbang 7,4 persen terhadap PDB Indonesia. Pengertian dari ekonomi kreatif sendiri adalah kreativitas yang menghasilkan dampak ekonomi. Kegiatan ekonomi bukan hanya dilakukan secara rutin dan berulang, namun ada kalanya masyarakat menghabiskan waktunya sebagian besar untuk menghasilkan ide. 

Tema – tema yang berhubungan langsung dengan kehidupan milenial, seperti games dan medsos selalu menjadi pembahasan yang menarik. Hal ini begitu populis seiring kebijakan yang dibuat pemerintah. Generasi milenial menjadi punya kepastian, bahwa kegiatan ekonomi kreatif yang selama ini dilakukan bukan sekedar hobi, namun mendapat dukungan dari pemerintah. 

Pada dasarnya, politik dan industri kreatif tidak lantas berseberangan atau berjalan sendiri – sendiri. Keduanya saling membutuhkan. Pemerintah butuh industri kreatif sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Sementara diperlukan regulasi yang mampu menciptakan iklim positif bagi kemajuan. 

  1. Milenial, Kreativitas dan Masa Depan Demokrasi

Diperkirakan sekitar 25 tahun lagi, tepatnya tahun 2045, generasi milenial akan memasuki masa puncaknya. Generasi milenial bisa dikatakan sebagai generasi yang paling mudah menyesuaikan diri dengan  kondisi modern. Namun, bukan berarti para milenial yang berpotensi memiliki keunggulan lantas menjadikan mereka sebagai generasi yang pasti hebat. Realitasnya tentu tidak semudah itu. Generasi milenial dipandang cukup lemah dari segi nalar kritis yang dimiliki. Selain itu, dari segi kepedulian sosial, generasi milenial cenderung apatis. 

Kita harus menyadari bahwa milenial, selain memiliki kelebihan, juga memiliki kekurangan. Milenial punya resiko tinggi menjadi generasi bermasalah di masa depan. Apa yang menjadi kekurangan dari generasi ini sebenarnya bisa diperbaiki. Satu hal yang penting adalah meningkatkan fungsi kreativitas. Kreativitas adalah kunci yang harus dimiliki generasi milenial. Fungsi kreativitas, yaitu merangsang kecerdasan, memperkaya referensi, dan mengasah imajinasi yang diperoleh lewat pembelajaran secara formal maupun non formal. Kreativitas kaum milenial harus hidup sehingga mampu menjadi generasi yang bisa berkontribusi, bukan bagian dari yang merepotkan bangsa.

Para generasi milenial yang berkapabilitas baik harus berani terjun ke politik praktis. Tujuannya untuk membenahi partai politik itu sendiri, lalu mewujudkan cita – cita kemerdekaan Indonesia dengan berlandaskan paham demokrasi. Dengan begitu, pergerakan politik milenial yang sesuai dengan landasan demokrasi dalam mewujudkan cita – cita kemerdekaan Indonesia akan terwujud.


  1. Kesimpulan

Generasi milenial di Indonesia hari ini menjadi semacam pembuka babakan baru demokrasi. Sebagai generasi milenial yang hidup berdampingan dengan teknologi informasi yang berkembang pesaat, sudah semestinya kita dapat menyaring segala informasi dengan bijak. Supaya tidak terjadi kekacauan yang menyebabkan negara kita menjadi terpecah belah. 

Demokrasi yang dilakukan oleh para generasi milenial dilakukan dengan fungsi kreativitas. Asalkan demokrasi yang dijalankan merujuk ajaran – ajaran Pancasila, dipastikan cita – cita konstitusi akan terwujud. Dengan begitu, generasi milenial dapat menciptakan demokrasi yang positif yang sesuai dengan cita – cita kemerdekaan Indonesia.

Demokrasi bertautan dengan dunia yang terus berubah, termasuk masifnya perkembangan digitalisasi. Digitalisasi tumbuh di era demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat. Media sosial menjadi kanal alternatif untuk publik menyampaikan aspirasi sehingga tak jarang ditemukan hoaks yang sering kali membuat gaduh dan terkadang kita tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Buku ini memberikan inspirasi kepada para generasi milenial agar dapat menjadi individu yang mampu memberikan kontribusi bagi bangsa dan masyarakat yang luas.





Posting Komentar

0 Komentar