Riview Buku "Born to Believe: Gen Iman dalam Otak"

 Judul               : Born to Believe : Gen Iman dalam Otak

Penulis             : Andrew Newberg dan Mark Robert Waldman

Penerbit           : Mizan

Tahun Terbit   : 2013

Iman memberi kita kekuatan untuk mengarungi naik-turun gejolak kehidupan, memberi makna dalam menghadapi musibah dan bencana, memotivasi kita untuk berbuat baik. Kita sering mengatakan bahwa iman adalah urusan hati. Iman terletak pada wilayah yang berbeda dari hal-hal rasional yang diolah di otak. Buku ini menunjukkan bahwa iman merupakan hasil kerja aktivitas saraf otak kita. Didukung oleh riset orisinal yang mengejutkan, menjelaskan bagaimana otak kita mengonstruksi keyakinan terdalam dan asumsi tentang realitas dan dunia di sekitar kita. Menggunakan sains, psikologi, dan agama, yang menawarkan cara-cara melatih otak untuk mengembangkan sikap beragama yang lebih tegas sekaligus fleksibel.

Kata "belief" dalam bahasa Inggris pertama kali muncul pada abad kedua belas, diadaptasi dari bahasa Jerman Kuno gilouben, "mencintai" atau "mencintai".  Awalnya kata ini digunakan bersama dengan doktrin-doktrin keagamaan yang dianggap be-nar, merujuk pada kepercayaan dan seseorang ter-hadap Tuhan.  Keimanan, bukan fakta, yang menjadi kata kunci di sini, keberadaan Tuhan tidak dapat diuji atau tunduk pada bukti pasti yang dikembangkan sains.  Namun, metode ilmiah-dengan mengajukan hipotesis yang dapat dibuktikan melalui observasi atau eksperimen, dan kemudian mengumpulkan data untuk mendukung atau menolaknya-meruntuhkan banyak teologi yang telah kukuh terbentuk di abad keempat belas.  Tumbuhan mengenai alam semesta milik Tuhan-dengan Bumi sebagai pusatnya-mulai runtuh karena sebagian konsep ini tidak sejalan dengan bukti-bukti yang terhimpun.  Tetapi, apa yang terjadi jika kita tidak dapat membuktikan dengan jelas kebenaran atau ketidakbenaran suatu gagasan atau keyakinan tertentu?  Kita  kembali pada  mekanisme dasar  yang  digunakan  otak kita: persepsi, kognisi, konvensi sosial, dan mungkin yang terpenting, intuisi tentang apa yang agaknya benar.  Jikalau suatu pengalaman atau gagasan tidak masuk akal, dan bila tidak terasa  menyenangkan, maka kita mungkin tidak akan membangun sistem keyakinan yang sangat kuat.

Dalam Born to Believe, Andrew Newberg, dan Mark Waldman mengungkapkan untuk pertama kalinya bagaimana pandangan, ingatan, takhayul, moral, dan keyakinan kita yang kompleks diciptakan oleh aktivitas saraf otak. Didukung oleh penelitian orisinal yang inovatif, mereka menjelaskan bagaimana otak kita membangun keyakinan terdalam dan asumsi terdalam kita tentang realitas dan dunia di sekitar kita. Dengan menggunakan sains, psikologi, dan agama, penulis menawarkan rekomendasi untuk melatih otak Anda guna mengembangkan rentang sikap yang lebih meneguhkan dan fleksibel. Mengetahui bagaimana otak membangun makna, nilai, spiritualitas, dan kebenaran ke dalam hidup Anda akan mengubah selamanya cara Anda memandang diri sendiri dan dunia.

Keyakinan dapat diartikan sebagai suatu perasaan bahwa sesuatu itu ada atau benar, pendapat yang dipegang teguh, yang dipercayai atau keimanan. Secara khusus dalam neurosains, keyakinan  diartikan  sebagai persepsi, kognisi, atau emosi  apapun yang dianggap benar oleh otak, dengan sadar  maupun  tidak  sadar. Keyakinan digambarkan  sebagai  sebuah peta internal yang dibentuk oleh lebih dari 100 miliyar neuron di otak. Dengan adanya peta ini, kita diarahkan ke arah tertentu yang kita percaya merupakan tujuan.  Proses terbentuknya keyakinan seseorang dapat terjadi karena empat hal yaitu; persepsi, kognisi, nilai emosional, dan konsensus sosial. Keyakinan kita merupakan kumpulan dari pengalaman perseptual, evaluasi emosional, dan abstraksi kognitif yang bercampur dengan fantasi, imajinasi dan spekulasi intuitif. Persepsi diartikan sebagai semua informasi yang diterima oleh indera, tentang diri maupun lingkungan sekitar. Kognisi merupakan proses kompleks yang terjadi di otak melibatkan “fungsi luhur” otak seperti pemikiran, memori dan kesadaran. Emosi merupakan pengalaman afektif yang dirasakan sehingga menambah nilai dan intensitas bagi kedua proses sebelumnya.Sedangkan konsensus sosial adalah masukan yang diterima seseorang dari anggota masyarakat. Keempat hal ini digambarkan sebagai sebuah lingkaran yang saling mempengaruhi, diistilahkan dengan “kendali identitas”. Semakin tinggi intensitas dari keempat faktor ini, maka semakin nyata dan terpercaya sebuah keyakinan.

Contoh berlakunya konsep ini dalam kehidupan adalah bahwa seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berpegang teguh terhadap nilai-nilai agama (persepsi dan konsensus sosial), maka anak akan cenderung untuk memiliki keyakinan terhadap Tuhan sesuai agama yang diyakini (meskipun persepsi dan kognisinya masih belum sempurna), demikian juga sebaliknya. Jika di telaah, banyak kisah para Nabi dan Rasul dalam mencari keberadaan Allah SWT, bermula dengan persepsi, kognisi dan emosi. Intensitas ketiga proses ini sangat kuat sehingga keyakinan para Nabi dan Rasul terhadap Allah sangat nyata dan teguh. Walaupun secara konsensus sosial, apa yang mereka yakini bertentangan dengan keyakinan yang berlaku di lingkungan hidup mereka.

Buku ini menakar keberfungsian neuron pada skala yang relatif kasar.  Jika kita mengamati daerah otak seluas seperempat inci dengan alat bantu, area yang kita lihat mungkin berisi neuron, dan mungkin hanya sebagian kecil yang aktif selama saya memikirkan sesuatu.  Pengukurannya sangat sulit, terutama karena matriks seperempat inci tersebut terhubung dengan banyak segmen seperempat inci lainnya, yang boleh jadi terkait dengan area kecil yang kita amati.  Dewasa ini, neurosains lebih seperti seni daripada sains, terutama dalam cara ia mengembangkan proses mental yang kompleks.  Ia berisi asumsi, perkiraan, postulat, dan rasionalisasi.  Itulah sebabnya para ilmuwan menuntut berbagai kajian yang diulas, sebelum menerima sesuatu sebagai fakta.  Bahkan, 1.000 penelitian pun akan menyisakan sedikit keraguan, terutama karena bukti yang sama dapat menghasilkan penafsir dan kesimpulan yang berbeda.  Namun, para penulis menyajikan sebaik mungkin dengan informasi yang diungkapkan, walaupun mungkin tidak memahami sepenuhnya tentang segala sesuatu, karena, sebagaimana yang jelaskan, mekanisme utama persepsinya, secara kodrati, kenyataan yang ada  di "luar sana", di luar jangkauan otak.

Buku ini termasuk dalam genre buku sains, lebih tepatnya neurosains. Neurosains adalah ilmu yang mempelajari tentang otak dan sistem saraf. Aktivitas otak dan sistem saraf  diyakini penulis sebagai bagian tubuh yang bertanggung jawab penuh terhadap munculnya keyakinan spritual atau keimanan terhadap Tuhan. Keyakinan tentang hal ini didasarkan atas kajian ilmiah yang mendalam. Selama puluhan tahun, para penulis bekerja di bidang Radiologi dan Psikiatri, dan secara intens terlibat dalah kajian maupun penelitian tentang spiritualitas. Oleh karena itu, tidak heran jika di dalam buku yang terdiri dari  484 halaman ini, pembaca  akan  menemukan segudang penjelasan ilmiah berdasarkan tinjauan neurosains tentang terbentuknya keyakinan maupun ketidakyakinan terhadap Tuhan. Buku ini juga menawarkan analisis berguna  tentang cara berhati-hati terhadap pikiran yang berprasangka serta cara membedakan antara keyakinan yang merusak dan keyakinan yang membangun saat kita berusaha menjadi ‘orang beriman yang lebih baik’. Karya ini berusaha memahami hubungan antara biologi dan agama.

Perspektif neurosains terhadap keyakinan seseorang tentang Tuhan, diulas secara bertahap. Bagian pertama memuat cara otak mencipta realitas yang mengkaji tentang cara terbentuknya sebuah keyakinan pada diri seseorang. Tentang mengapa kita percaya tentang apa yang kita baca, dengar dan pikirkan. Dilengkapi wawasan tentang bagaimana kita dapat secara konstruktif membangun keyakinan dengan cara memperluas pemikiran disertai tinjauan lebih dalam terhadap orang lain dan diri kita sendiri. Bagian kedua menguraikan tentang perkembangan pada masa kecil dan moralitas. Tentang pemahaman yang terbentuk dari telaah otak terhadap pengalaman transenden, kejadian-kejadian yang membentuk sebuah keyakinan, sampai ke penjelajahan terhadap penyimpangan persepsi. Hubungan antara otak dan realitas menjadi bagian paling akhir yang dijelaskan. Kedua penulis mengajak pembaca menempuh suatu petualangan pemikiran yang pasti membangkitkan banyak pertanyaan, serta jawaban dalam diskusi-diskusi yang mencerahkan. Apa yang dimiliki oleh kegiatan spiritual ini dan bagaimana perbedaannya? Mengapa beberapa orang percaya pada Tuhan, sementara yang lain menganut ateisme? Dari yang biasa hingga yang luar biasa, kepercayaan memberi makna pada misteri kehidupan. Memotivasi kita, memberi kita keunikan individu kita, dan pada akhirnya mengubah struktur dan fungsi otak kita

Dalam menjelaskan konsep ini, penulis menjelaskannya dengan menggunakan banyak istilah medis dan neurosains, dilengkapi dengan penjelasan tentang sirkuit saraf yang cukup detail dan rumit. Hal ini menjadi kelebihan, sekaligus kekurangan buku ini. Kelebihan karena ilmiah (empiris dan rasional), selain itu disertakan juga fakta-fakta ilmiah didalamnya. Dan kekurangan karena segmen pembaca sempit (neurosaintis atau mereka yang benar-benar tertarik dengan neurosains dan filsafat), beberapa pembaca mungkin akan mengalami kesulitan dalam memahami beberapa istilah. Meskipun kebanyakan riset yang dilakukan menggunakan subjek penganut agama Kristen dan Budha namun ketidakberpihakaan penulis dapat dinilai seimbang. Penulis dapat sampai pada titik bahwa keimanan akan Tuhan akan menjadikan hidup menjadi lebih bermakna.

Akhirnya, berbagai konsep keyakinan yang disajikan dalam buku ini ditulis dengan brilian dan hati-hati dengan referensi ilmiah yang amat luas. Buku yang tidak berupaya meyingkirkan atau mengabaikan keinginan untuk kita percaya, tetapi menjelajahi mengapa percaya dan kepercayaan itu adalah aspek penting yang sudah terpatri dalam menjadi manusia. Buku ini menjelaskan bagaimana kita melihat agama menggunakan pendekatan sains. Hal-hal tentang bagaimana otak kita melihat konsep spiritual yang mungkin tidak kita ketahui sebelumnya akan diungkap dalam buku ini. Membacanya membuat saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena dilahirkan dalam keluarga muslim. Sangat menjanjikan untuk dibaca mereka yang ingin menelusuri dan memperteguh keyakinan tentang keberIslamanya dengan jalan yang berbeda.

.

 

 




Posting Komentar

0 Komentar