Pengaruh Demokratisasi bagi Perkembangan Pemikiran Kritis Mahasiswa oleh Hening Indah Puspita Sari (Mahasiswi PNJ Jurusan Manajemen Keuangan)

1.                      Mencapai generasi warga negara yang memiliki keterampilan berpikir kritis dan sikap demokratis adalah salah satu tujuan pen-didikan nasional. Memiliki keterampilan berpikir kritis, atau kemampuan berpikir yang terampil bisa membangun pribadi individu yang demokratis. Karena tidak terbiasa berpikir terbuka misalnya, potensial akan melahirkan konflik dengan orang lain. Orang-orang yang tidak terlatih dengan kemampuan berpikir yang baik, akan memosisikan dirinya sebagai pemilik pemikiran yang paling baik, dan menganggap orang lain, pemilik kemampuan berpikir yang buruk. Segaimana yang disampaikan Sudarman (2013, p. 35) bahwa orang yang tidak terbiasa berdiskusi, atau berdebat, atau dialog, akan menganggap dirinya adalah pemilik pemikiran yang paling baik. Keterampilan berpikir kritis dan sikap demokratis tidak muncul begitu saja. Keterampilan berpikir kritis dan sikap demokratis adalah hasil dari sebuah proses pendidikan. Di banyak negara kebutuhan pendidikan demokrasi di sekolah untuk membentuk sikap de mokrasi warga negara menjadi hal yang penting dan mendesak sebagai solusi dari masalah dunia modern saat ini (Sanli & Altun, 2015)

      Pengaruh demokratisasi bagi perkembangan pemikiran kritis mahasiswa di Indonesia sangat terlihat, jika mahasiswa tidak berfikirs secara kritis dalam demokrasi maka akan memperlihatkan keterampilan berpikir yang kurang kritis dan sikap yang kurang demokratis. Berpikir yang kurang kritis misalnya; mahasiswa cenderung menerima informasi, mengambil kesimpulan dan kemudian langsung meneruskan kepada orang lain tanpa terlebih dahulu mengolah, mengevaluasi, menelusuri fakta. Dampaknya tidak jarang me-nimbulkan pertengkaran diantara mereka yang secara implisit melorotkan paradigma masyarakat umum akan identitas mahasiswa sebagai cendikiawan atau kandidat cendikiawan, agen perubahan. Selain itu, dalam pengamatan awal peneliti, menyaksikan sikap kurang demokratis seperti kurang menghargai perbedaan (masih mempelihatkan ego kesukuan) dalam kelas, memaksakan kehendak, dan cenderung anarkis dalam bertindak.

Di Indonesia demokrasi sendiri nilai-nilainya lahir dan diperjuangkan oleh golongan kaum muda, yang kemudian sejarah mencatatnya sebagai kelahiran Budi Oetomo, Tri Koro Dhormo yang kemudian berubah nama menjadi Jong Java, dan diikuti oleh lahirnya berbagai organisasi mahasiswa seperti HMI, GMNI, PMII, SGMI, IMM, PMKRI, GMKI, dan GMSOS. Kelahiran organisasi-organisasi kepemudaan atau kemahasiswaan merupakan peta perjuangan mewujudkan demokrasi.

    Pada intinya, Mahasiswa adalah elit masyarakat bangsa dilihat dari porsi perannya dalam mewujudkan demokrasi yang murni berkedaulatan kepada rakyat. Mahasiswa pulalah yang menjalankan misi social control terhadap jalannya suatu pemerintahan, meluruskan ketika pemerintah melenceng dan menggulingkan pemerintah ketika tidak lagi sepaham dan sejalan dengan peta dan agenda demokrasi.

    Mahasiswa meskipun sering dianggap sebagai kekuatan semu, akan tetapi mahasiswa dengan beragam aktualisasinya selalu berusaha meninggikan voltase advokasi terhadap hak-hak rakyat kecil yang sering dilupakan. Sehingga ruang gerak mahasiswa sering di boikot melalui tata birokrasi dan aturan pemerintah baik secara eksplisit maupun implisit yang disuntikkan kedalam sistem tata kampus.

    Secara garis besar mahasiswa di belahan dunia ketiga memegang andil dalam memetakendalikan demokrasi di tiap-tiap negaranya. Dengan kita menilik kembali sejarah keemasan mahasiswa dalam membumikan demokrasi semoga kita mampu menemukan kembali (reinventing) nafas perjuangan mahasiswa dalam matra demokrasi Indonesia.





Posting Komentar

0 Komentar