Kriteria Memilih Ustad (Part 2) Oleh KH. Ahmad Rusdi, Lc, M.Pd (Pembina PERSADA NU)

Pada Artikel ini masih melanjutkan ringkasan uraian dari kitab Adab al-‘alim wa al-Muta’allim yang disusun oleh Asy-Syaikh KH. Haysim Asy’ari pada bab Lima (halaman 55 s.d halaman 70), mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaat dan faedahnya dalam upaya mencari ustaz atau guru yang bisa membimbing kita ke arah pemahaman agama yang benar. Berikut lanjutan ringkasannya: 

11) ان يتباعد عن دنيء المكاسب  ورذيلتها طبعا, وعن مكروهها عادة و شرعا ...

Menjauhi segala bentuk mata pencaharian yang rendah dan hina menurut akal sehat, juga profesi yang makruh menurut adat dan syari’at Islam. Misalnya seperti tukang samak dan tukang tukar menukar mata uang. 

12) ان يجتنب مواضع التهم  وان بعدت 

Menghindari tempat-tempat yang memungkinkan timbulnya kemaksiatan dan prasangka buruk orang lain terhadap dirinya meskipun tempat tersebut jauh dari keramaian. 

13) ان يحافظ على القيام بشعائر الاسلام و ظواهر الاحكام كاقامة الصلاة في مساجد الجماعة , وافشاء السلام للخواص والعوام , و الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر مع الصبر على لأذى..

Menjaga dan memelihara (istiqomah) dalam melaksanakan syiar-syiar islam dan hukum-hukum zhahirnya, seperti melaksanakan sholat berjamaah di masjid, menebarkan salam, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan penuh kesabaran.


14) ان يقوم باظهار السنن واماتة البدع و بأمور الدين  وما فيه مصالح المسلمين على طريق المعروف شرعا  المألوف عادة و طبعا ...

Bertindak dengan menampakkan sunnah-sunnah dan segala hal yang mengandung kemaslahatan kaum muslimin sesuai dengan jalan yang bisa diterima/dibenarkan oleh syari’at, tradisi dan tabiat.

15)  ان يحافظ على المندوبات الشرعية القولية والفعلية , فيلازم تلاوة القرآن  وذكر الله تعالى بالقلب واللسان ...

Membiasakan diri untuk melakukan kesunahan yang besifat syari’at, baik perkataan atau perbuatan. Seperti membaca al Qur-an, zikir kepada Allah SWT baik didalam hati atau lisan..


16) ان يعامل الناس بمكارم الأخلاق من طلاقة الوجه و افشاء السلام و اطعام الطعام و كظم الغيظ وكف الأذى  عن الناس  

Bergaul dan berinteraksi dengan orang lain dengan akhlaq yang mulia, seperti menampakkan wajah yang berseri-seri, ceria, menebar salam, memberikan makanan, menahan rasa amarah dalam jiwa, menahan diri agar tidak menyakiti orang lain…


17) ان يطهر باطنه ثم ظاهره من الأخلاق الرديئة ...

Membersihkan hati dan tindakanya dari akhlaq-akhlaq yang buruk. 


18) ان يديم الحرص على ازدياد العلم  والعمل بملازمة الجد وتلاجتهاد ...

Senantiasa bersemangat untuk menambah wawasan keilmuan dan berusaha dengan bersungguh sungguh dalam melakukan wirid yang merupakan bagian dari akitivitas ibadahnya, misalnya muthalaa’h, mengingat-ingat pelajaran, memberi makna kitab, menghafalkan, dan berdiskusi…


19) ان لا يستنكف عن استفادة ما لا يعلمه ممن هو دونه منصبا او نسبا او سنا ...

Tidak enggan (mau) mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap orang tanpa membeda-bedakan status, baik itu berupa jabatan, nasab, umur dan persoalan yang lainya. 


20)  ان يشتغل بالتصنيف و الجمع والتأليف ان كان أهلا لذلك ...

Menyibukkan/membiasakan diri untuk menyusun atau merangkum kitab, jika memang mempunyai keahlian di bidang tersebut. 


Dua puluh kriteria akhlak ustaz di atas mungkin sulit untuk mencarinya di zaman saat ini, namun bukan berarti kriteria tersebut kita abaikan sama sekali. Sebagaimana kaidah fiqh mengatakan:

ماَ لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاَ يُتْرَكُ كُلُّهُ
“Apa yang tidak bisa diraih seluruhnya, tidak boleh ditinggalkan semuanya”.
Selektif dalam memilih ustaz sudaah sepatutnya kita lakukan karena pada akhirnnya nanti kita juga yang secara individu akan diminta pertangggungjawaban atas amal-perbuatan kita di yaum al-hisab. Allah SWT berrfirman:

مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا .  
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa oranglain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS. Al-Isra: 15).

Di akhir renungan saya kutipkan sebuah hadits--- proses pencarian hadits ini ternyata butuh waktu, saya ingatnya hadits ini ada di ihya ‘ulumiddin namun saya butuh kepastian dimana letaknya, dan alhamdulillah Allah mempernudah menemukan hadits tersebut,  karena saya yg sudah lama tidak bertemu langsung dengan sahabat Ustaz Muhammad Adib Abdushomad, M.Ed, Ph.D,  Allah pertemukan,  dan beliau masih menyimpan hadits tersebut di HP nya lalu di share ke saya. Hadits ini terdapat di kitab Ihya ‘Ulumiddin (Jilid I, bab kitab al-‘Ilmi,cetakan Dar al-Arqam, halaman 96), dan  Ithaf al-Sadah al-Muttaqin bi Syarh Ihya ‘Ulumiddin (disusun oleh al-‘Allamah al-Sayyid Muhammad bin Muhammad al-Husaini/Murtadha al-Zubaidi, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, juz I, hal 601-602):

عن جابر رضي الله عنه موقوفا مرفوعا قال, قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لا تجلسوا عند كل عالم إلا إلى عالم يدعوكم من خمس إلى خمس , من الشك إلى اليقين , و من الرياء إلى الإخلاص , ومن الرغبة إلى الزهد , ومن الكبر إلى التواضع , و من العداوة إلى النصيحة.

 
“Dari Jabir RA (di Ihya cetakan Dar al-Arqam tertulis hadits mauquf, sementara di ithaf… tertulis mauquf marfu’) berkata, bersabda Rasulullah SAW: Janganlah duduk dengan setiap orang alim kecuali orang alim yang mengajak engkau (meninggalkan) yang lima (yang buruk) menuju kepada lima (yang baik): dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlas, dari cinta dunia/materialisme menjadi zuhud, dari sombong menjadi rendah hati/tawadhu’, dan dari permusuhan menjadi nasihat-menasihati (menuju persaudaraan).”  

Hadits di atas petunjuk buat kita dalam upaya mencari dan memilih ustaz. Untuk tambahan yang terkait dengan pribadi ustaz, saya kutipkan penjelasan Imam al-Ghazali dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali di pembahasan Adab al-‘Alim (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 431) sebagai berikut:  
 آداب العالم: لزوم العلم، والعمل بالعلم، ودوام الوقار، ومنع التكبر وترك الدعاء به، والرفق بالمتعلم، والتأنى بالمتعجرف، وإصلاح المسألة للبليد، وبرك الأنفة من قول لا أدري، وتكون همته عندالسؤال خلاصة من السائل لإخلاص السائل، وترك التكلف، واستماع الحجة والقبول لها وإن كانت من الخصم
“Adab orang alim (ustaz), yakni: melazimkan/tidak berhenti menuntut ilmu, beramal dengan ilmu, senantiasa bersikap tenang, tidak takabur/sombong dalam memanggil (seseorang), bersikap lembut terhadap peserta didik, tidak membanggakan diri, memperbaiki permasalahan (yang dihadapi) orang yang lamban berpikirnya (dungu), merendah dengan mengatakan, ‘Saya tidak tahu,’ bersedia menjawab pertanyaan ringkas yang diajukan penanya, menghindari sikap yang tak wajar, mau mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun berlawanan/berseberangan.”

Gambar diambil dari: pinterest.com




Posting Komentar

0 Komentar