Menjaga Stabilitas Imun Perspektif Islam di Masa Pandemi Covid 19 oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)

 


              Kehidupan di masa Pandemi Covid 19 memang jauh beda dari kehidupan normal. Tentunya, pada kehidupan tersebut butuh ketenangan, kesabaran, menjauhi hawa nafsu dan ego.  Sikap-sikap itu semua menjaga stabilitas imun manusia. Sehingga manusia lebih mudah menghadapi kondisi herd imunity. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menahan amarahnya maka Allah menahan azab untuknya, barangsiapa yang menjga lisannya maka Allah menutup aibnya.”

            Rasulullah merupakan sosok yang selalu menahan marah dan emosi. Sehingga  beliau memiliki imunitas yang tinggi. Terbukti, dalam perjalanan sirahnya, beliau jarang sakit. Sesuai dengan Sabdanya, “Sesungguhnya kekuatan imun itu yang dihasilkan dari pengendalian emosinya dari marah.”

            Sabda Rasul di atas relevan sekali digunakan untuk kondisi saat ini. Sebab Virus Covid 19 menyerang imun manusia. Sehingga seseorang yang menjadi korban virus tersebut akan lemah dan saturasinya menurun. Bagi korbannya harus melatih pengendalian emosi dengan ikhtiar, sabar, tawakal, dan doa. Ikhtiar yaitu berusaha untuk mematuhi protokol kesehatan dan mengkonsumsi apa-apa yang dibutuhkan untuk asupan sesuai saran dan arahan dokter.

            Sedangkan sikap sabar ini yang mungkin sulit dimiliki oleh penderita Covid 19. Pasalnya, ia harus melakukan isolasi mandiri dan jauh dari keluarga. Sehingga, ada perasaan bagi dirinya bahwa Covid ini terkesan aib. Padahal, virus yang terjangkit dalam tubuhnya yaitu bagian dari qadarullah (ketetapan Allah). Maka menyikapi qadarullah dengan bersabar, sebagaimana nabi-nabi menghadapi ujian dari Allah.

            Imam Hasan bin Ali Radiyallahu anhu berkata, “Sabar itu wasiat dari Allah Swt di bumi. Barangsiapa yang menjaga sabar itu maka ia selamat, dan barangsiapa yang membuangnya (sabar itu) maka ia akan celaka.”

Perkataan Sayyidina Hasan memberikan satu perspektif bahwa sabar itu sikap yang diamanahkan Allah Swt. Tentunya amanah tersebut harus dilakukan dan dijalani dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sikap tersebut akan memberikan pengaruh dalam menaikan imun di masa pandemi ini. Untuk mengenali sifat sabar tersebut harus mengenal tanda-tandanya. Abu Syah bin Syaja’ Al-Kirmani berkata, tanda-tanda sabar ada tiga hal: menjauhi keluh kesah, menerima keputusan-Nya, dan menerima ketentuan-Nya dengan manisnya iman.

Imam Junaid al-Baghdadi berkata, “Tujuan dari sabar yaitu tawakal.” Sebagaimana dua sikap itu termaktub dalam Al-Quran:

الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

(yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal. (QS: al-Nahl:42)

            Tawakal secara bahasa yaitu berserah diri. Konteks berserah diri disini yaitu Allah yang Maha Memutuskan yang terbaik terhadap diri manusia. Sebagaimana Hadis Nabi yang mengungkapkan kisah tawakal Nabi Ibrahim, “Akhir perkataan yang diucapkan nabi Ibrahim A.S ketika ia dilempar Raja Namrud ke Api”: "Hasbunawlah wa ni’mal wakil.” (HR. Abu Hurairah)

            Hasbunawlah wa ni’mal wakil, yang secara maknawi cukuplah Allah sebaik-baik pelindung, merupakan kalimat yang mengandung esensi tawakal. Sebab pada kalimat tersebut tersurat bahwa Allah sebaik-baik penolong. Sebagaimana Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad berkata di dalam majelisnya, “Beberapa Ulama Salafuna Salih Rahimakumullah mengungkapkan barangsiapa yang ridho kepada Allah sebagai sebaik-baiknya penolong maka ia akan mendapatkan jalan kebaikan.”

            Banyak ulama yang menjadikan kalimat Hasbunawlah wa ni’mal wakil sebagai zikir. Zikir tersebut juga sebagai penambah keyakinan bahwa Allah akan membuka kebaikan atas diri pembacanya. Kalimat tersebut paling sedikit 7 kali setelah subuh dan 7 kali sore. Zikir itu pula yang menambah imun di masa Pandemi Covid 19. Adapun zikiran tersebut boleh ditambah jumlahnya sesuai kemampuan di masa tersebut.

Setelah manusia menempuh tawakal di masa pandemik Covid, maka doa menjadi stasion terakhir dalam meminta keselamatan. Bahkan doa meminta keselamatan kepada Allah sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad. Sebagaimana Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib ketika bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah ajarkan aku sebuah doa dan doakan aku dengan doa tersebut. Maka Rasulullah berseru, “Mintalah keselamatan pada Allah.” Sayyidina Abbas mengulang pertanyaan tersebut sampai beberapa kali. Maka Rasulullah menjawab, “Wahai Abbas bin Abdul Muthalib Wahai Paman Rasulullilah mintalah pada Allah Swt keselamatan baik di dunia dan di akhirat maka sesungguhnya jika engkau diberikan keselamatan dunia dan akhirat maka engkau juga akan diberikan segala kebaikan.”

            Adapun doa kesalamatan yang sering dilafalkan oleh Rasulullah:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ

“Ya Allah, aku memohon keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga, dan hartaku.” (Imam Nawawi, al-Adzkar, Semarang: Alawiyah, hal. 74).

Gambar diambil dari: hellosehat.com 

 

 

           

           

           

           

 




Posting Komentar

0 Komentar