Riview Buku "Demokrasi La Roiba Fih"


  Judul Buku      : Demokrasi La Roiba Fih

    Penulis            : Emha Ainun Nadjib

   Halaman          : 270 Halaman

   Penerbit           : Penerbit Buku kompas

  Tahun Cetak     : 2016


Buku Demokrasi La Roiba Fih merupakan buku kesekian yang dituis oleh Emha Ainun Nadjib. Sesuai dengan judulnya buku ini membahas tentang sistem demokrasi yang dianut oleh negara kita termasuk pemilihan presiden, golput, golongan yang berseteru akan kedudukan, dll.

Demokrasi dalam buku ini dideskripsikan ke dalam banyak hal dalam kehidupan di negara kita. Demokrasi dijunjung tinggi oleh semua orang. Cak Nun mengulas masalah demokrasi di negeri ini, belia menulis demokrasi bak “perawan” yang merdeka dan memerdekakan. Semua di negeri ini berhak bersama si Perawan namun ada yang memberi larangan yaitu “sahabatnya” yang dinamakan moral dan hukum.

Demokrasi itu adalah prinsip mutlak, pedoman dalam kehidupan yang absolut, tidak boleh ditolak, tidak boleh dipertanyakan,bahkan sedikit pun tidak boleh diraguan. Banyaknya penafsiran tentang demokrasi dalam buku ini bertujuan mnegajak kita untuk melihat kembali apa itu demokrasi. Ketika banyak orang yang berkomentar tentang demokrasi, walaupun itu bukan hal yang dilarang karena merupakan bentuk demokrasi itu sendiri. Namun, tidaklah tepat jika kita banyak bicara tentang demokrasi jika tidak mengenalnya lebih dalam.

Demokrasi berhubungan erat dengan yang namanya rakyat. Kita sebagai rakyat yang selalu diutamakan dalam konteks apapun. Baik itu politik, perekonomian, kebudayaan, agama yang bersifat formal birokratis maupun rekomendasi moral, selalu muncul kalmat-kalimat yang menjamin bahwa kita rakyat adalah segala-segalanya.

Dalam buku ini terdapat puisi berjudul Ayam Siap Menggonggong, dimana ayam dalam puisi ini sebenernya menggambarkan tentang manusia, bukan lah hewan-hewan seperti ayam, kambing atau pun anjing seperti dalam puisinya. Puisi ini meggambarkan tentang kemunafian, kepalsuan, dan penghianatan yang dilakukan oleh manusia. Penulis menggunakan penggambaran pada hewan- hewan yang terdapat dalam puisi ini. Namun pusisi ini tak hanya sekedar hewan untuk menggmabrkan seorang manusia, tapi merupan cerminan tapi perilaku buruk seorang manusia yang ada saat ini.

Pada bab selanjutnya, penulis berbicara tentang golput atau golongan yang tidak melakukan pemilihan dalam pemilu negara. Pada tahun 2009 saat pemilu, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid pernah menganjurkan agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram bagi golput. Padahal golput bukanlah suatu hal yang melanggar aturan dalam  islam. Agama kita tidak memaksa seseorang untuk memimahk salah satu pihak yang dianggap paling benar. Semua keputusannya berasal dari pribadi kita sendiri.

Dengan rasa nasionalisme yang tinggi mengulas masalah pemilihan presiden, golput, paguyuban ahli surga, bahkan menyentil negeri kita layaknya Gatotkaca gagah perkasa, tetapi menderita sakit lupus. Dan, yang tak kalah penting, bagaimana soal Islam Indonesia yang bersikap ”look up” kepada Timur Tengah, sementara Timur Tengah cenderung ”look down” kepada Islam Indonesia.

Setelah itu disinggunglah bahwa fatwa tak sama dengan agama. Jika fatwa sesuatu itu haram tidak sama dengan ‘sesuatu itu itu pasti haram’. Ia hanya haram menurut salah satu pendapat dan kita boleh memilih untuk mengikuti pendapat yang berbeda. Kita tidak bisa menyamakan antara fatwa dengan agama. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI berlaku karena sesuia dengan perkembangan jaman saat ini, fatwa ini dikeluarkan berdasarkan pendapat dari ulama-ulama yang ahli akan ilmmu gama. Namun mereka juga memilki pendapat yang berbeda.

Tak hanya itu, di negeri kita juga sering terjadi terkenal berarti istimewa. Banyak orang-orang yang dikenal diberbagai media yang merasa dirinya istimewa. Jika kau terkenal maka masyarakat akan mencintaimu dan mereka tak akan berpikir panjang tentangmu. Misalnya saja dalam pemilihan calon kepala daerah, orang-orang terkenallah yang akan jadi sasaran utama untuk dicoblos, dicontreng atau pokoknya dipilih.

Berbicara tentang pemilihan kepala daerah tentunya akan berujung pada jabatan yang akan diraihnya kelak. Jabatan adalah salah satu hal paling disukai manusia untuk menyandangnya. Orang-orang dengan jabatan akan mengalami post power syndrome, tetapi orang dengan jiwa ketentaraan tidak mengenal kata “post”, tidak mengenal “bekas” atau mantan. Tentara boleh tidak bertugas lagi, boleh menjadi veteran, tetapi itu hanya urusan administrasi dan birokrasi formal, sedangkan kepribadian ketentaraannya tidak bisa dikelupas dari manusianya maupun oleh kematian.

Jika kita mengambil pemahaman seperti di atas maka adalan utama prajurit dalam bermasyarakat bukanlah jabatan dan kekuasaan, bukanlah kegagahan dan kekuatan, melainkan kesetiaan dan sikap yang penuh perhatian kemanusiaan. Kebanggan seorang prajurit dalam kehidupan bermasyarakat bukanlah pangkatnya, jabatan dan atau kekayaan, melainkan bukti-bukti kesejatian keprajuritan dan praktik-praktik keteguhan keperwiraannya.

Jabatan tertinggi di negeri ini adalah seorang presiden yang tinggal di istananya. Sebenarnya kalau mau berbicara tentang presiden dan kepemimpinan nasional, tema-tema dan peristiwa-peristiwa besar menunggu di masa depan Indonesia pada jangka waktu yang tidak akan lama.  Indonesia adalah negara memiliki kekayaan dan kesiapan untuk mengahdapi masa depan. Namun bangsa Indonesia yang acuh tak acuh terhadapa diri sendiri ini tdak membutuhkan kepercayaan kepada buha dari kebun sendri, sehingga dijual ke supermarket dengan nama pisang Mindanao, nanas Bangkok atau bahkan semangka Siberia. Padahal semua buah-buahan itu adalah hasil bumi kita sendiri.

Semua orang menempuh perjalanan menuju masa depan dengan menelusuri harapan-harapan akan kemajuan, tetapi cobalah kita tanyakan kepada orang-orang tersebut kemajuan seperti apa yang ia maksudkan. Janganlah sampai kita tertinggal oleh zaman atau terlindas oleh sejarah. Mulailah pastikan dalam hidupmu sebuha kebenaran.

Kita semua bebas melangkah ke depan mengharapakan kemjuan namun setelah semua kita lakukan harapan kita tinggal pertolongan dari Tuhan. Terserah apakah ia akan membantu ini atau tidak nantinya. Dalam meraih masa depan yang diinginkan bagsa ini, kita tidak mungkin bisa berjalan sendiri, maka dari itu kita membutuhkan para ulama yang menjadi petunjuk dan harapan.

Coba kita andaikan bahwa para ulama khususnya Majelis Ulama Indonesia, berposisi sebagai inspirator bagi laju pasang surutnya pelaksanaan kehidupan bernegara dan berbangsa. Sebutlah bahwa ulama adalah partner pemerintah. Kaum Ulama adalah makhluk yang diamanatkan sebagai Khalifatullah fi ardii Indonesia. Dan kita semua setidaknya bersyukur karena dalam menjalankan demokrasi kita ditemani oleh orang-orang yang berilmu agama. Jika terdapat ulama berada dalam sruktur pemerintahan, belia hendaknya berjalan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab kepada Tuhan sebagai salah satu orang yang paham dan fasih dengan ilmu agama. Janganlah ilmu agama yang dimiliki malah tergerus dengan demokrasi yang ada. Demokrasilaj yang yang sejalan mengiringi ketentuan Tuhan.

Fatwa terkadang nongol dan sesekali mendadak ada fatwa tentang golput dengan segala sisi dan persoalannya.fata membatasi diri dengan bernda yang ada. Seperti merokok yang diharamkan. Kita buruh mengurai masalah menyangku fatwa ini. Negara dan masyarakat ttidak perl mencemaskan fatwa, karena antara agama dan fatwa terdapat jarak serius, apalagi antara fatwa dengan Negara dan hukumnya. Terlebih lagi jarak fatwa dengan Tuhan.

Begitu banyak tema yang dibahas dalam buku ini oleh penulis. Semua sub bab memiliki nilainya sendiri, memiliki tujuannya sendiri.Dibalik semua tulisannya, saya menangkap sedikit kekurangan dari buku ini. Yakni buku ini memiliki banyak sub bab didalamnya yang berbagai tema, mungkin bagi orang awam untuk saling mengaitkan tema-tema tersebut akan sedikit membingungkan karena si penulis yang mengambil cakupan cukup luas yang tidak diketahui oleh pembaca dan penulis juga mengatakan bahwa beliau juga tida memiliki kebenaran di setiap tulisannya.

Walaupun sedikit memiliki kekurangan, buku ini memilki banyak kelebihan di dalamnya. Buku karya Emha Ainun Nadjib ini sebenarnya sangat menarik untuk dibaca, apalagi bagi orang-orang yang membutuhkan pengetahuan dan ingin mengenal demokrasi di negeri ini yang diselingi dengan ilmu islam di dalamnya.

Buku ini menggunakan tata bahasa yang cukup mudah dipahami oleh kalangan umum. Penulis bisa menjabarkan dan memperkenal demokrasi ke dalam berbagai ilustrasi di kehidupan, tak hanya itu penulis juga menggambarkan demokrasi dari berbagai sudut pandang masyarakat. Saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca agar mengenal, mengetahui dan memahami apa itu demokrasi.

 




Posting Komentar

0 Komentar