Sikap terbaik di Masa PPKM Menurut Islam oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)

        


Indonesia, sedang mengalami kondisi yang tidak diharapkan oleh seluruh rakyatnya. Hal ini disebabkan wabah Covid 19 yang masih menghantui di negeri tersebut. Sehingga pemerintah harus memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk mencegah penyebaran virus tersebut secara ekstrem. Kondisi itulah memicu pro dan kontra di kalangan rakyat. Sehingga ada yang bersuara pro dengan kebijakan tersebut. Namun, juga ada yang bersuara lantang untuk menolak kebijakan tersebut, terkait keberlangsungan hidup.

            Sikap yang terbaik dalam memandang kebijakan tersebut yaitu dengan seimbang. Boleh jadi diam, di masa tersebut adalah baik. Di sisi lain, berpendapat sesuai dengan data dan fakta untuk memberikan solusi kepada pemerintah, hal itu juga baik. Syekh Muhammad bin Abdullah al-Jordani berkata, “Jika seseorang berpendapat, lalu pendapat itu memberikan solusi maka seseorang itu beruntung. Sedangkan seseorang berpendapat, lalu pendapat itu salah maka ia merugi. Jika ia diam pada posisi yang ia tidak bisa merubah situasi buruk maka ia beruntung. Tapi sebaliknya jika ia diam padahal ia mampu untuk mengubah situasi menjadi lebih baik maka ia termasuk orang yang merugi.” (Muhammad bin Abdullah al-Jordani:2012:140)

            Melalui pemaparan Syekh Muhammad bin Abdullah al-Jordani bisa diambil satu pandangan bahwasannya berpendapat sesuai dengan proporsinya. Artinya pendapat tersebut sesuai kapabilitas dan bisa dipertanggungjawabkan sehingga pendapat tersebut dipercaya oleh siapapun. Sebagaimana Sabda nabi Muhammad, “Barangsiapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir maka ia berkata yang baik atau hendaknya ia diam.” (HR. Bukhori(5672))

            Syekh Muhammad bin Abdullah al-Jordani melanjutkan bahwa terkadang sebuah pendapat akan menimbulkan dosa apabila dengan pendapat tersebut seseorang itu menjadi riya dan sombong dan sebagainya. Maka seyogyanya dalam berpendapat harus memiliki pisau analisis yang tajam agar tepat sasaran.

Sayyidina Lukman al-Hakim pernah menasehati anaknya, “Wahai anakku jika ada orang-orang yang sombong kepadamu dengan pembicaraan mereka yang bagus maka sombonglah engkau dengan memperbaiki diammu.”

            Perkataan Sayyidina Lukman al-Hakim mengandung makna yang ditujukan kepada kehati-hatian dalam menggunakan lisan. Sebagaimana Syekh Dzun-Nun al-Mishri berkata, “Sebaik-baiknya manusia terhadap dirinya yaitu mereka yang bisa menguasai lisannya.” Karena berapa banyak seseorang yang jatuh disebabkan lisannya. Sehingga menjaga lisan sangat dianjurkan oleh Islam. Sayyidil Walid Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf  juga bertutur, “Di dalam mulut manusia ada syurga dan ada juga neraka.”

            Yang paling dikhawatirkan di masa PPKM yaitu terjadi perdebatan sehingga muncul perpecahan satu sama lain. Ketika sudah terjadi perpecahan di negeri pertiwi ini maka untuk membenahinya butuh bertahun-tahun lamanya. Untuk itu Rasulullah melarang untuk berdebat, sebagaimana sabdanya, “Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal pendapatnya benar maka akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di atas syurga. Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal pendapatnya keliru maka akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di tepi syurga.”

            Maka itu Sayyidina Umar bin Khattab memperingatkan bagi orang yang hendak menuntut ilmu, “Janganlah engkau belajar ilmu untuk meraih tiga hal dan jangan kau meninggalkannya karena tiga hal juga. Jangan kau belajar suatu ilmu untuk nantinya kau akan membantahnya, jangan kau belajar suatu ilmu untuk kau bangga dengannya, dan jangan kau belajar suatu ilmu untuk kau bisa berdebat dengan ilmu tersebut. Jangan kau meninggalkan ilmu karena kau malu untuk belajar ilmu tersebut, jangan kau meninggalkan ilmu karena kau menolaknya, jangan kau meninggalkan ilmu sebab senang terhadap kebodohan darinya.”

           

 

           

 

 

           

           

             

 




Posting Komentar

0 Komentar