Riview Buku "Demokrasi Kuat: Mimpi Buruk Koruptor"

Judul                            : Demokrasi Kuat: Mimpi Buruk Koruptor

Nama Penulis              : Aristo Purboadji

Tahun Terbit               : 2015

Penerbit                       : PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO

Jumlah Halaman         : 168 halaman

Nomor ISBN               : 978-602-02-7392-1


Secara garis besar, buku ini mengulas tentang hubungan antara demokrasi dengan tingkat korupsi suatu negara. Buku ini juga membahas hal-hal apa saja yang dapat dilakukan setiap lembaga negara untuk memberantas korupsi berdasarkan fungsi dan perannya masing-masing.

Selain itu, kita sebagai warga negara juga harus terlibat dalam pemberantasan korupsi di negara Indonesia ini. Bagaimana caranya? Buku ini merupakan buku yang tepat untuk dibaca oleh kita, terutama pemuda-pemudi Indonesia supaya tingkat korupsi di Indonesia dapat berkurang.

Korupsi merupakan ancaman teratas bagi keselamatan bangsa kita, bahkan di atas ancaman krisis ekonomi, terorisme, pengangguran, ketidakmerataan pembangunan, ledakan wabah penyakit, dan lain-lain karena justru korupsi lah yang dapat menjadi penyebab dari ancaman-ancaman tersebut. Berikut ini adalah alasan-alasan mengapa kita harus menjadi pejuang anti-korupsi.

1.         Korupsi membahayakan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2.         Korupsi memundurkan kesejahteraan umum.

3.         Korupsi memperburuk ketertiban dunia.

4.         Korupsi membodohkan kehidupan bangsa.


1.         Kerawanan Demokrasi Multi-Etnis

Keberagaman membutuhkan demokrasi, karena itu korupsi merupakan ancaman utama bagi keberagaman Indonesia yang terdiri atas berbagai agama, suku adat, budaya, dan bahasa. Sebuah studi menyatakan bahwa demokrasi multi-etnis yang beragam lebih rentan terhadap korupsi.

2.         Kelebihan Demokrasi Multi-Etnis

Demokrasi tidaklah bertentangan dengan agama. James Surowiecki, dalam bukunya yang berjudul “Wisdom of the Crowd”, mengungkapkan bahwa suatu kelompok orang yang banyak lebih cerdas dibandingkan dengan segelintir ahli yang digabungkan. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa masyarakat merupakan pembuat keputusan yang lebih baik daripada seorang individu ahli yang berpendidikan tinggi sekalipun, juga masalah dan pembuat perkiraan yang lebih baik. Dijelaskan bahwa suatu kelompok bisa menjadi lebih cerdas secara kolektif dibanding kelompok lainnya. Empat variabel yang menentukan kecerdasan suatu kelompok adalah keberagaman opini, independensi, desentralisasi, dan agregasi. Yang dimaksud dengan keberagaman opini adalah bahwa setiap individu memiliki tafsiran masing-masing atas fakta yang diketahui bersama. Independensi artinya adalah opini masing-masing individu tidak dipengaruhi oleh orang-orang di sekelilingnya. Desentralisasi artinya adalah masing-masing individu memiliki pengetahuan lokal yang unik dan tersendiri. Agregasi artinya adalah terdapatnya suatu mekanisme yang membuat penilaian masing-masing individu menjadi suatu keputusan kolektif. Keempat faktor tersebut memiliki korelasi positif dengan kecerdasan suatu masyarakat, artinya semakin tinggi keempat faktor tersebut dalam suatu masyarakat, semakin cerdas lah masyarakat yang dimaksud.

3.         Kecerdasan Demokrasi Multi-Etnis

Demokrasi multi-etnis kita yang pluralistik adalah modal ampuh mencapai kemajuan bangsa. Ernst & Young menyarankan adanya keberagaman dalam suatu kepemimpinan dan menegaskan bahwa keberagaman dalam segala hal, bukan hanya menyangkut perbedaan etnis atau gender, tetapi juga umur, budaya, pendidikan, kepribadian, skill, dan pengalaman, akan meningkatkan inovasi karena inovasi dipicu oleh perbedaan pandangan maupun pendapat.

Sejauh ini, keberagaman terlihat seperti membawa berkat, tetapi mindset yang salah mengenai keberagaman dapat membuatnya menjadi kutuk, berujung kepada berbagai konflik etnis dan agama yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan suatu global mindset yang diartikan sebagai kombinasi keterbukaan dan kesadaran akan keberagaman antar budaya dan kecenderungan untuk melihat perbedaan tersebut sebagai kesempatan, bukan ancaman.

Pada dasarnya, korupsi membutuhkan penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan, terutama penyelewengan jabatan publik. Untuk mencegah terjadinya tirani kekuasaan otoriter, kemudian dilakukan upaya kontrol terhadap kekuasaan melalui mekanisme politik sistem kekuasaan yang bernama demokrasi, berupa pembagian kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Demokrasi adalah sistem kekuasaan yang meminimalkan terjadinya penyelewengan kekuasaan pada suatu negara dengan pembagian kekuasaan yang menjamin check and balance, dan partisipasi rakyat dalam setiap pengambilan keputusan. Jadi, seharusnya demokrasi membantu pemberantasan korupsi.

Sebagian besar pengamat dan ahli sepakat bahwa hubungan demokrasi dengan korupsi bersifat negatif. Artinya, semakin tinggi tingkat demokrasi suatu negara, semakin menurun korupsinya. Namun, diakui bahwa pada masa awal suatu demokrasi yang belum dewasa, korupsi seakan bertambah.

Menurut berbagai lembaga internasional, seperti World Bank atau Transparency International, korupsi lebih merajalela di negara-negara berkembang seperti Indonesia dibanding negara-negara yang sudah maju. Korupsi adalah suatu penyakit yang menjadi ancaman bagi kaum miskin dengan meringankan keuangan yang seharusnya menuju program atau kebijakan bagi pendidikan anak-anak miskin atau kesehatan seorang buruh miskin.

Denmark, negara yang dipandang paling bebas korupsi di dunia versi Transparency International parlemennya mengajukan Undang-Undang yang membuat proses lobbying transparan, terutama yang dilakukan oleh perusahaan swasta. Beberapa hal tersebut adalah contoh bahwa parlemen bisa menjadi terdepan dalam perang melawan korupsi.

Demokrasi yang terkonsolidasi artinya sebegitu kuatnya demokrasi sebuah negara sehingga ia tak akan kembali lagi pada sistem otoritarian. Secara teori, seharusnya demokrasi mengurangi terjadinya korupsi di suatu negara. Namun, kenapa Indonesia yang sudah berdemokrasi tetap digerogoti oleh korupsi? Jawaban para ahli terhadap pertanyaan tersebut biasanya adalah itu semua tergantung pada level konsolidasi demokrasi di negara tersebut. Bila demokrasinya hanya tampilan luar, hanya di batas elektoral prosedural semata, maka tidak akan mengurangi korupsi secara signifikan. Artinya, demokrasi di Indonesia belum terkonsolidasi cukup signifikan untuk menjamin suksesnya pemberantasan korupsi.

Suatu statistik menunjukkan bahwa konsolidasi demokrasi 40 tahun barulah menghasilkan pemberantasan korupsi yang signifikan. Interpolasi statistik ini kepada Indonesia secara linear artinya kita butuh 17 tahun lagi (sejak reformasi 1998) agar korupsi bisa berkurang signifikan.

Pemberantasan korupsi adalah public goods, atau properti publik. Korupsi bukanlah hanya masalah penegakan hukum, tapi korupsi juga adalah masalah politik. Sebagai warga dari suatu negara demokrasi bernama Indonesia, Anda memiliki hak-hak politik untuk memilih wakil Anda di parlemen dan pemerintahan. Korupsi sebagai suatu masalah politik memerlukan keterlibatan setiap warga negara. Keterlibatan kita juga karena korupsi adalah masalah yang melibatkan kita semua, bukan hanya sektor pemerintahan, tetapi juga sektor swasta/pasar.

1.         Peran Masyarakat Sipil

Peran masyarakat sipil, atau Civil Society Organisation (CSO) sangat sentral dalam mempercepat konsolidasi demokrasi dan pemberantasan korupsi di Indonesia yang merupakan negara demokrasi baru, karena biasanya CSO sangat berperan dalam transisi otoriter ke demokrasi. CSO yang terus memperjuangkan pemberantasan korupsi dapat memicu proses demokratisasi yang lebih baik, dengan demikian dapat mempercepat proses konsolidasi demokrasi di negara kita, dengan mendorong lembaga-lembaga negara mempertanggungjawabkan akuntabilitas mereka kepada rakyat. Peran CSO dalam membantu perjuangan antikorupsi tidak terbatas untuk menjadi pengawas, tetapi juga menjadi pendorong peningkatan standar akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan pembangunan dan anggaran negara. Pemberantasan korupsi dilakukan dengan meningkatkan risiko korupsi lewat aktivitas pemantauan dan menggiring tokoh-tokoh yang korupsi ke meja hijau. Pencegahan korupsi dilakukan dengan reformasi sistem hukum dan meningkatkan standar kebijakan publik yang lebih transparan dan partisipatif. Hal ini membuat CSO menjadi kunci penentu keberhasilan proses konsolidasi demokrasi di

Indonesia.

2.         Strategi Transparency International Indonesia (TII)

TII menekankan pentingnya penguatan organized citizen dalam melakukan transformasi struktural melawan korupsi yang tentunya sangat melibatkan CSO. Dalam menjalankan strategi organized citizen-nya TII berargumen hubungan dengan akademisi serta pegiat sosial tidak cukup, tetapi juga dibutuhkan pendekatan dan kerja sama dengan kelompok-kelompok politik yang berorientasi pada kepentingan publik karena reformasi hukum dan kelembagaan tidak cukup mencegah korupsi. Berhubung korupsi di Indonesia adalah masalah politik yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan politik dan gerakan demokrasi untuk mencapai kepentingan rakyat, salah satu cara yang dianjurkan oleh TII adalah perlawanan kekuatan korupsi dengan media sosial. Juga ditekankan penguasaan isu-isu sektoral dalam gerakan anti-korupsi dan kesadaran warga sebagai pembayar pajak yang berhak menuntut pertanggungjawaban pelaksana pembangunan. Salah satu hal yang harus ditekankan dalam penguatan kesadaran demokrasi warga adalah penolakan dan perlawanan terhadap money politik, dengan kesadaran bahwa hal itu merendahkan harga diri dan martabat seorang warga negara dengan mereduksi kebutuhan warga negara hanya sebatas uang dan hanya menguatkan pola hubungan klientalistik.

3.         Peran Masyarakat Bisnis

Keterlibatan dunia bisnis dalam melawan korupsi lebih penting lagi mengingat membesarnya biaya politik, di mana semakin banyaknya pebisnis yang menjadi politikus dan penguasa yang disebut sebagai oligarki. Dunia bisnis tanpa pungutan dan suap yang menciptakan iklim usaha yang transparan, sehat, dan bersih adalah mimpi buruk menjadi kenyataan bagi para koruptor.

Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena dengan memahami dan mengimplementasikannya pada kehidupan, kita akan turut berkontribusi bagi negara untuk memberantas korupsi. Penulis menyampaikan isi dari buku ini dengan bahasa yang mudah dipahami meskipun terdapat beberapa istilah yang belum dipahami pembaca. Namun, hal tersebut tidak membuat pembaca menjadi tidak memahami apa yang ingin disampaikan penulis. Artinya, isi yang ingin disampaikan oleh penulis tetap dapat tersampaikan dengan baik. Pada buku ini juga terdapat banyak contoh ataupun studi kasus nyata yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri yang membuat pembaca dapat lebih memahami isi buku ini lebih dalam lagi.

Cover bukunya menonjolkan warna merah dan menggunakan font style yang tidak kaku sehingga tampak eye-catching, yang artinya adalah menarik dan membuat siapa pun yang melihatnya menjadi penasaran akan isi buku ini. Buku ini direkomendasikan untuk setiap warga negara Indonesia, terutama kita sebagai generasi muda sebagai harapan negara di masa depan agar tingkat demokrasi negara dapat meningkat dan tingkat korupsi negara pun dapat menurun secara signifikan sehingga rakyat secara keseluruhan menjadi lebih makmur.




Posting Komentar

0 Komentar